TEMPO.CO, New York - Pemerintah Amerika Serikat menuding Korea Utara melanggar sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai batasan impor minyak bumi olahan. Tuduhan ini menyatakan ada transfer minyak bumi olahan dilakukan antarkapal.
Amerika Serikat menyerahkan dokumen pengaduan mengenai hal ini ke komite sanksi dari Dewan Keamanan PBB. Tudingan Amerika tersebut muncul di tengah proses pelaksanaan denuklirisasi Semenanjung Korea, yang disepakati di Singapura pada Juni 2018.
Baca:
AS, Korsel, Jepang Konfirmasi Korea Utara Siap Denuklirisasi
Korea Utara: Pemikiran Amerika Serikat Seperti Bandit
“Pemerintah Amerika mengatakan 89 kapal tanker Korea Utara membawa masuk minyak bumi olahan ilegal yang diperoleh lewat transfer antarkapal pada 30 Mei 2018,” demikian dilansir Reuters, yang mendapatkan dokumen pengaduan ini pada Kamis, 12 Juli 2018.
Dokumen itu, Reuters melanjutkan, tidak menyatakan secara jelas kapal dari negara mana yang mengirimkan minyak bumi olahan itu. Namun laporan tersebut menyebutkan ada kasus transfer minyak bumi melibatkan kapal berbendera Rusia dan Belize pada tahun ini.
Baca Juga:
Baca:
Amerika Serikat Minta Cina Tak Pengaruhi Korea Utara
Korea Utara Sesalkan Hasil Kunjungan Menlu AS Mike Pompeo
Seperti diberitakan sebelumnya, 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB menyepakati pembatasan impor minyak bumi olahan sebanyak 500 ribu barel per tahun pada Desember 2017. Jumlah ini menyusut drastis dari batas yang dibuat pada September 2018, yaitu sebanyak 2 juta barel per tahun.
Menurut situs Dewan Keamanan PBB, ada dua negara yang menjual BBM olahan secara resmi ke Korea Utara, yaitu Cina dan Rusia, sebanyak sekitar 14 ribu ton pada 2018 ini.
“Penjualan-penjualan ini dan bentuk-bentuk transfer lainnya harus segera dihentikan karena Amerka meyakini DPRK telah melanggar kuota untuk produk impor BBM olahan,” begitu bunyi pernyataan tertulis itu. Kapal tanker Korea Utara diduga telah mengimpor 1.367.628 barel per 2018 atau nyaris tiga kali kuota yang ditetapkan.
Seperti diberitakan Channel News Asia, hubungan Amerika Serikat dan Korea Utara mulai memanas kembali pasca-pertemuan Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo dan pejabat tinggi Korea Utara di Pyongyang pada pekan lalu. Terjadi perbedaan pandangan antara Amerika dan Korea Utara mengenai pembukaan sanksi ekonomi atas negara itu, yang disponsori Amerika.
Korea Utara menginginkan sanksi itu segera dibuka secara bertahap pasca-kesepakatan denuklirisasi dengan Presiden Donald Trump di Singapura.
Namun Amerika menginginkan sanksi itu dibuka setelah Korea Utara melakukan denuklirisasi yang terbukti tidak bisa dibatalkan. Korea Utara menyebut tindakan Amerika itu sebagai bandit.