Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Terungkap, Militer Korea Selatan Era Presiden Park Ingin Kudeta

image-gnews
Pada 12 November 2016, orang-orang menyalakan lilin sambil menuntut Presiden Korea Selatan Park Geun-hye untuk mengundurkan diri di Seoul, Korea Selatan.[AP Photo/Ahn Young-joon]
Pada 12 November 2016, orang-orang menyalakan lilin sambil menuntut Presiden Korea Selatan Park Geun-hye untuk mengundurkan diri di Seoul, Korea Selatan.[AP Photo/Ahn Young-joon]
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, memerintahkan penyelidikan independen khusus terhadap dugaan bahwa unit intelijen militer telah mengusulkan tindakan bersenjata terhadap aksi damai tahun lalu yang memprotes mantan Presiden Park.

Dilaporkan Japan Times, 11 Juli 2018, pekan lalu seorang anggota parlemen dari Partai Demokrat yang berkuasa, mengungkapkan dokumen yang menunjukkan bahwa Komando Keamanan Pertahanan Angkatan Darat Korea Selatan (DSC) telah mempertimbangkan mengumumkan darurat militer jika demonstrasi menentang atau mendukung eks Presiden Park Geun-hye berujung kekerasan setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan pemakzulannya atas skandal korupsi.

Baca: Ternyata ini Besar Biaya Latihan Tempur Amerika Serikat - Korsel

Rencana yang tidak pernah dilaksanakan itu didasarkan pada prediksi bahwa Mahkamah Konstitusi akan membatalkan pemakzulan Park. Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan untuk mendakwa Park, yang memicu protes kecil yang mengecam putusan.

"Presiden Moon Jae-in telah memerintahkan Menteri Pertahanan Song Young-moo untuk membentuk tim investigasi independen untuk dengan cepat dan adil menyelidiki tuduhan bahwa Komando Keamanan Pertahanan membuat dokumen yang mengusulkan mempertimbangkan undang-undang darurat militer," kantor berita Yonhap Selatan mengutip Blue House dalam pernyataan resminya.

Tim investigasi khusus akan terdiri dari jaksa militer yang tidak terkait dengan tentara atau DSC. Tim ini akan berfungsi sebagai penasihat independen, tidak tunduk pada arahan dari pejabat militer, termasuk menteri pertahanan sendiri.

Dilansir Associated Press, berdasarkan isi dokumen, Komando Keamanan Pertahanan menilai bahwa pengunjuk rasa anti-Park akan menyerukan “revolusi” jika pengadilan menolak pemakzulan Park. Massa Pro-Park, akan mempertimbangkan putusan pengadilan pemakzulan Park sebagai "pemberontakan," menurut dokumen yang dirilis.

Dokumen berisi sebuah sekenario bahwa kelompok pemrotes diduga akan melempar bom molotov saat demonstrasi di jalan, membakar stasiun polisi dan mencuri senjata di sana, dan mencoba menduduki gedung Mahkamah Konstitusi dan istana kepresidenan jika pengadilan tidak memutuskan tuntutan kelompok itu. Lebih lanjut dokumen mengatakan protes itu akan menyebabkan krisis dalam keamanan nasional pada saat Korea Utara diperkirakan akan meluncurkan provokasi atas latihan militer musim semi Korea Selatan dengan Amerika Serikat.

Pada 27 Oktober 1979, orang-orang berjalan di samping tank tentara Korea Selatan setelah darurat militer diumumkan pasca-kematian Presiden Korea Selatan Park Chung-hee di Seoul, Korea Selatan. [Foto AP / Kim Chon-Kil, File]

Namun rencana militer tidak dilaksanakan. Park sendiri ditangkap dan dijatuhi hukuman 24 tahun penjara. Park adalah putri dari mantan diktator Park Chung-hee, yang memerintah Korea Selatan selama 18 tahun setelah kudeta 1961. Dia memobilisasi militernya untuk menekan protes dan mengeluarkan serangkaian keputusan darurat untuk menjebloskan penentangnya ke penjara. Setelah pembunuhannya, Mayor Jenderal Chun Doo-hwan merebut kekuasaan melalui kudeta lain dan melancarkan tindakan brutal militer terhadap pemberontakan pro-demokrasi di selatan Korea Selatan yang menewaskan sedikitnya 200 orang pada 1980.

Baca: Korea Selatan Tanggung 90 Persen Biaya Pangkalan Baru AS

Menurut dokumen itu, komando menganggap menempatkan pasukan di tempat-tempat umum yang disebut "keputusan garnisun", yang terakhir kali digunakan pada 1979. Keputusan itu memungkinkan pasukan untuk mobilisasi tetapi berbeda dari darurat militer, yang menempatkan seluruh pemerintah di bawah kontrol militer. Pemerintah liberal Moon berencana untuk menghapus keputusan tersebut. Dokumen komando ini memicu perdebatan politik yang memanas di Korea Selatan.

Partai berkuasa Moon jae-in dan aktivis liberal mengatakan dokumen itu secara virtual menargetkan para pengunjuk rasa anti-Park, yang jauh lebih banyak daripada kubu pendukung Park. Lim Tae-hoon, kepala Pusat Hak Asasi Manusia Militer untuk Korea, menyebut dokumen berisi rencana untuk meluncurkan "kudeta" untuk Park. Namun partai oposisi konservatif mengatakan, Moon berusaha menggunakan dokumen itu untuk menyerang mantan sekutu Park. Lim Tae-hoon mengatakan bahwa mereka melaporkan dua mantan perwira komando Korea Selatan kepada jaksa terkait temuan dokumen.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Jenderal AS: Kami Tak Bersedia Beri Israel Senjata Apa Pun yang Diinginkan Saat Ini

9 jam lalu

Jenderal Charles Q. Brown Junior. REUTERS
Jenderal AS: Kami Tak Bersedia Beri Israel Senjata Apa Pun yang Diinginkan Saat Ini

Jenderal militer AS mengatakan bahwa Washington belum memberikan semua senjata yang diminta Israel, karena AS tidak bersedia memberikannya saat ini


Dokter Masih Mogok, Rumah Sakit Besar di Korea Selatan Tutup Bangsal

11 jam lalu

Para dokter mengambil bagian dalam protes terhadap rencana penerimaan lebih banyak siswa ke sekolah kedokteran, di depan Kantor Kepresidenan di Seoul, Korea Selatan, 22 Februari 2024. REUTERS/Kim Soo-Hyeon
Dokter Masih Mogok, Rumah Sakit Besar di Korea Selatan Tutup Bangsal

Korea Selatan menutup bangsal rumah sakit besar karena tak ada dokter.


Seoul Lumpuh, Sopir Bus Mogok Massal Tuntut Naik Gaji

1 hari lalu

Ilustrasi bus (Pixabay)
Seoul Lumpuh, Sopir Bus Mogok Massal Tuntut Naik Gaji

Sopir bus di Seoul, Korea Selatan ramai-ramai mogok kerja memprotes besaran upah. Akibatnya sektor transportasi lumpuh.


3 Jenazah ABK WNI dari Kapal 2 Haesinho Korea Selatan Dipulangkan, 4 Lainnya Hilang

1 hari lalu

Iluatrasi kapal tenggelam. AFP/JOSE LUIS ROCA
3 Jenazah ABK WNI dari Kapal 2 Haesinho Korea Selatan Dipulangkan, 4 Lainnya Hilang

Kapal 2 Haesinho membawa 9 ABK, yang 7 diantaranya ABK WNI. Hanya tiga jenazah ABK WNI yang bisa ditemukan.


Doh Kyung-soo alias D.O. EXO Akan Gelar Konser di 11 Kota Asia, Kapan ke Jakarta?

2 hari lalu

Do Kyungsoo atau D.O. EXO. Foto: Twitter/@weareoneEXO
Doh Kyung-soo alias D.O. EXO Akan Gelar Konser di 11 Kota Asia, Kapan ke Jakarta?

D.O. EXO mengumumkan kota dan tanggal untuk tur konser penggemar 'Bloom' 2024 mendatang di Asia


Kapal Tanker Korea Selatan Tenggelam di Perairan Jepang, 6 WNI Dipastikan Tewas

6 hari lalu

Ilustrasi kapal tenggelam. Shutterstock
Kapal Tanker Korea Selatan Tenggelam di Perairan Jepang, 6 WNI Dipastikan Tewas

KBRI Tokyo melaporkan bahwa 6 WNI dipastikan tewas dalam peristiwa tenggelamnya kapal tanker Korea Selatan di perairan Jepang


Retno Marsudi Hadiri Ministerial Conference Summit for Democracy di Korea Selatan

6 hari lalu

Menteri Luar Negeri RI, Ibu Retno L.P. Marsudi, melakukan kunjungan kerja ke Seoul guna menghadiri Ministerial Conference Summit for Democracy (SFD) di Seoul, pada 18 Maret 2024. sumber: dokumen KBRI Seoul
Retno Marsudi Hadiri Ministerial Conference Summit for Democracy di Korea Selatan

Retno Marsudi dalam acara Ministerial Conference Summit for Democracy (SFD) menyuarakan demokrasi yang lebih baik dan isu Palestina.


Anak Presiden Uganda Ditunjuk jadi Panglima Militer

6 hari lalu

Presiden Uganda, Yoweri Museveni. telegraph.co.uk
Anak Presiden Uganda Ditunjuk jadi Panglima Militer

Muhoozi Kainerugaba akan menjabat sebagai panglima militer di Pasukan Pertahanan Rakyat Uganda (UPDF) setelah ditunjuk oleh ayahnya, Presiden Uganda Yoweri Museveni.


TNI Selidiki Video Viral Penyiksaan Warga Papua

7 hari lalu

Persekusi dan diskriminasi rasial terhadap mahasiswa Papua, tak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Masalahnya apa yang terjadi di Surabaya dan Malang hanyalah pemicu semata.  Pemerintah harus menyelesaikan konflik di tanah Papua sampai ke akar-akarnya, yaitu  ketidakpuasan masyarakat melihat tindakan pemerintah di masa lalu. Selain itu, marginalisasi dalam proses pembangunan juga harus dihentikan. Proses pembangunan tidak boleh hanya mengedepankan fisik tetapi juga peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat Papua.
TNI Selidiki Video Viral Penyiksaan Warga Papua

Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Candra Kurniawan, memastikan TNI akan menelusuri kebenaran video penyiksaan warga di Papua.


70 Mantan Pejabat AS Desak Biden Tekan Israel Akhiri Genosida di Gaza

7 hari lalu

Presiden AS Joe Biden melepas kacamata hitamnya ketika berbicara kepada media sebelum meninggalkan Gedung Putih menuju North Carolina, di Washington, AS, 18 Januari 2024. REUTERS/Evelyn Hockstein
70 Mantan Pejabat AS Desak Biden Tekan Israel Akhiri Genosida di Gaza

Hampir 70 mantan pejabat, diplomat, dan perwira militer AS mendesak Presiden Joe Biden untuk memperingatkan Israel atas serangannya di Gaza