TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang pertemuan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, beberapa pejabat NATO dilaporkan khawatir bahwa peran negara-negara anggota blok NATO itu tidak diikutesertakan dalam pertemuan di Helsinki, Finlandia, 16 Juli mendatang.
"Ada kekhawatiran besar dalam aliansi NATO tentang perjanjian apa yang dapat dicapai Trump dan Putin," kata Peter Beyer, koordinator transatlantik untuk koalisi Kanselir Jerman Angela Merkel, seperti dilaporkan Sputniknews, 8 Juli 2018.
Baca: Negara NATO Balas Surat Kritikan dari Donald Trump
Menurut The Washington Post, mengutip para pejabat AS dan Eropa, bahwa sekutu khawatir presiden AS kemungkinan sepakat dalam beberapa isu selama pertemuannya dengan Putin, seperti mengakui Crimea sebagai bagian dari Rusia.
"Presiden berpikir dia bisa berteman dengan Putin. Saya tidak tahu mengapa, atau mengapa ia ingin melakukan itu," ujar mantan penasehat keamanan nasional AS, Herbert McMaster.
Hubungan Trump dengan negara sekutunya lambat laun semakin pudar. Sebaliknya, pendekatan dengan Putin semakin "ramah" dibanding pendekatannya ke NATO, meskipun Amerika Serikat saat ini menjatuhkan sanksi terhadap Moskow dan mengusir diplomat Rusia atas kasus peracunan Sergei Skripal.
Apalagi kebijakan America First yang dikumandangkan Donald Trump untuk menyeimbangkan neraca perdagangannya dengan Uni Eropa membuat hubungan semakin renggang.
Baca: Jelang KTT Donald Trump - Vladimir Putin, NATO di Ambang Krisis
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, seperti dilansir dari Reuters, memperingatkan "pilar-pilar lama mulai runtuh" merujuk pada penarikan AS dari kesepakatan nuklir Iran 2015, untuk tarif pada ekspor logam Uni Eropa dan ancaman tarif impor mobil dari Eropa. Selain itu pemerintah AS mengirim pesan yang mencela sesama anggota NATO karena gagal memenuhi target 2 persen anggaran untuk pertahanan negara.
Salinan surat yang dikirim ke Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg oleh Presiden AS Donald Trump yang menuntut peningkatan belanja NATO oleh Norwegia. Salinan surat difoto di Washington, Selasa, 3 Juli 2018. Surat itu diberikan kepada Associated Press oleh Pertahanan Norwegia Kementerian. [Foto AP/J. David Ake]
Presiden Amerika Serikat yang merupakan pemimpin de facto selama 70 tahun North Atlantic Treaty Organization, telah mengindikasikan isi KTT NATO pada 11 Juli mendatang yakni mendesak pengeluaran anggaran militer dan tarif impor.
Pejabat dan politisi AS berulangkali mengatakan Washington menghabiskan 70 persen dari anggaran pertahanannya untuk NATO, namun klaim ini ditolak mentah-mentah oleh negara-negara Eropa. Seorang pejabat senior Uni Eropa mengatakan jumlahnya tidak lebih dari 15 persen.
Wess Mitchell, asisten menteri luar negeri AS untuk urusan Eropa, mengatakan kepada para diplomat dan pejabat NATO dalam pidato baru-baru ini di Brussels bahwa Donald Trump mengambil pendekatan baru terhadap masalah yang belum tuntas selama bertahun-tahun, seperti proses perdamaian Timur Tengah.
Baca: Balas Kritik Trump, Jerman Anggarkan Belanja Militer Rp 67 T
Ditanya tentang ketegangan NATO, Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg merujuk Krisis Suez 1956 dan perang Irak 2003 sebagai contoh ketegangan antaranggota yang berhasil diatasi.
Pejabat Uni Eropa mengatakan Trump tampaknya tidak tertarik pada solusi. Mereka mengatakan dia mengabaikan pembicaraan tingkat tinggi antara utusan Uni Eropa, sementara Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan AS menghindari untuk membahas tarif logam dan kesepakatan Iran.
Baca: Jelang KTT Donald Trump - Vladimir Putin, NATO di Ambang Krisis
Di bidang pertahanan, Eropa dan Kanada telah berupaya menunjukkan bahwa mereka menanggapi tuntutan Trump. Anggaran pertahanan di anggota NATO, seperti Kanada dan Turki diperkirakan akan meningkat hampir 4 persen pada 2018, peningkatan akumulatif sebesar hampir 90 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1200 triliun sejak 2015.
Sementara dua diplomat senior NATO mengatakan mereka siap untuk skenario terburuk bahwa Trump akan mengumumkan penangguhan latihan militer AS atau menarik pasukan AS dari Baltik untuk menyenangkan Vladimir Putin.