TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal, mengungkap ada 18 WNI di Arab Saudi yang terancam hukuman mati. Dari jumlah tersebut, terdapat satu kasus TKI yang optimis bakal lolos dari ancaman hukuman mati dan dua kasus TKI yang putusan pengadilan sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
TKI yang kemungkinan bakal selamat dari ancaman hukuman mati adalah Tarsini binti Tamir, TKI asal Brebes, Jawa Tengah. Kasus hukum Tarsini terjadi pada 2011 saat dia dituduh membunuh anak majikan yang diasuhnya. Kasus hukum Tarsini sedang ditangani oleh Kantor Hukum Mish’al Al Shareef, yang sudah dikenal bereputasi baik di Arab Saudi.
“Kami optimis kasus ini bisa selesai. Alhamdulillah proses pengadilan berjalan lancar,” kata Al Shareef, Jumat, 5 Juli 2018.
Baca: TKI Bebas dari Hukuman Mati Disambut Ratusan Warga
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, sedang beramah-tamah dengan para wartawan dalam acara buka puasa bersama, 26 Mei 2018. Sumber: TEMPO/Suci Sekarwati
Sayang dua kasus TKI lainnya yang sama-sama berasal dari Majalengka, Jawa Barat, yakni Eti binti Toyib Anwar dan Tuti Tursilawati, kasus hukumnya sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Iqbal mengatakan kasus hukum kedua TKI ini sudah kritis, namun pihaknya masih mengupayakan banding.
Baca: Hanya Keluarga Korban yang Bisa Bebaskan TKI dari Hukuman Mati
Eti terancam hukuman mati setelah dituduh meracun majikannya dengan racun serangga. Atas perbuatannya ini, Eti divonis hukuman mati. Sedangkan Tuti berurusan dengan hukum setelah melakukan pembunuhan berencana terhadap majikan laki-lakinya yang beberapa kali melakukan upaya pemerkosaan terhadapnya.
Kementerian Luar Negeri RI memperkirakan saat ini ada sekitar 800 ribu WNI yang berada di Arab Saudi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 300 WNI berada di Jeddah dan sisanya berada di Riyadh. Terkait perlindungan WNI, Iqbal menekankan semakin cepat suatu kasus hukum ditangani, maka akan lebih bagus. Namun, tidak sedikit kasus dimana Kementerian Luar Negeri baru mendapat pemberitahuan sesudah proses investigasi. Ini karena dalam sistem hukum Arab Saudi tidak ada kewajiban memberikan notifikasi ketika suatu warga negara menghadapi proses investigasi.