TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI menutup program Beasiswa Seni dan Budaya atau BSBI pada Rabu, 4 Juli 2018. Pada tahun ini, total ada 72 peserta dari 44 negara yang terpilih mengikuti program belajar seni dan budaya Indonesia selama tiga bulan.
Peserta BSBI dari Republik Benin, Junior Toffi, 28 tahun, menceritakan belajar banyak soal tarian tradisional dan musik khas Jawa dari program ini. Toffi adalah seorang musisi yang sudah memiliki sebuah band. Setelah mengikuti program budaya selama tiga bulan ini, Toffi mengatakan musik khas Jawa akan mempengaruhi aliran bermusiknya saat ini.
"Selama program ini, saya menciptakan lagu. Setiba nanti di Benin, saya ingin mempromosikan musik khas Jawa lewat musik-musik ciptaan saya. Saya senang berada di sini dan ingin tinggal lebih lama kalau boleh," ujarnya kepada Tempo.
Baca: Bukan Piknik Gratis, Ini Manfaat Beasiswa BSBI bagi Indonesia
Junior Toffi (28 tahun), penerima beasiswa BSBI dari Benin, Afrika Barat. Sumber: TEMPO/Suci Sekar
Baca Juga:
Baca: Penerima Beasiswa BSBI Ini Ingin Tinggal di Indonesia
Kesan positif dari program ini juga disampaikan oleh Katerina Tsirba, 28 tahun dari Yunani. Tsirba adalah guru TK yang aktif bermain drama. Bersama enam peserta lainnya, Tsirba ditempatkan di Makasar, Sulawesi Selatan, untuk seni musik dan tari tradisional Indonesia.
Berbeda dengan Toffi, Tsirba berencana menyusun sebuah buku cerita tentang Indonesia setibanya di Yunani. Selain seni tari dan musik tradisional Indonesia, Tsirba mengaku juga belajar tentang kehidupan umat Islam di Indonesia
Dia mengatakan setelah tiga bulan mengikuti program beasiswa ini, hampir seluruh peserta berubah karena ini adalah program yang dinilainya membuat setiap orang bisa memahami perbedaan budaya.
Hal serupa disampaikan Jackson Diosi, 23 tahun, penerima beasiswa BSBI dari Kepulauan Solomon. Di negara asalnya, Diosi membuka sebuah galeri seni yang menjual lukisan-lukisan karyanya.
"Saya menikmati program itu karena di sini saya belajar budaya. Saya belajar instrumen musik dan tarian tradisional, tidak masalah walau saya alirannya seni lukis karena itu semua bagian dari seni. Di Makasar tempat saya tinggal di Indonesia, saya menyusuri ke Toraja untuk cari inspirasi bagi lukisan-lukisan saya," ujarnya.
Diosi mengatakan setelah tiga bulan mengikuti program beasiswa ini, budaya Indonesia telah mempengaruhi lukisan-lukisannya yang akan terus dihasilkannya setibanya di Kepulauan Solomon. Selama di Indonesia, Diosi mengaku telah menghasilkan sejumlah lukisan yang salah satunya bahkan dibeli oleh rekannya sesama penerima beasiswa dari negara lain.