TEMPO.CO, Jakarta - Tarif terhadap barang impor Cina senilai US$ 34 miliar atau Rp 488 triliun yang masuk ke Amerika Serikat akan mulai berlaku pada 6 Juli. Pemberlakuan tarif ini akan menjadi dampak konkret perdang dagang antara dua negara ekonomi terbesar dunia. Atas keputusan Donald Trump, Amerika Serikat telah menerapkan tarif untuk impor Cina dan Cina sendiri telah berjanji untuk membalasnya pada hari yang sama. Namun erbedaan waktu 12 jam lebih awal menempatkan Cina lebih dulu untuk menerapkan tarif terhadap barang AS.
"Langkah kami setara dan setara berarti jika AS mulai pada 6 Juli, kami mulai pada 6 Juli. Waktu pelaksanaan untuk semua kebijakan dimulai pada tengah malam," ungkap sumber terkait yang enggan disebut identitasnya, seperti dilaporkan Reuters, 4 Juli 2018.
Baca: Cina Umumkan Travel Warning ke Amerika Serikat, Ada Apa?
Sebelumnya pada sebuah briefing berita harian, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lu Kang mengatakan China siap untuk bertindak, meskipun tidak mengkonfirmasi tanggal tarif Cina dapat dimulai.
"Cina sudah membuat persiapan. Selama Amerika Serikat mengeluarkan apa yang disebut daftar tarif, Cina akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingannya yang sah," kata Lu.
Petugas keamanan berjalan di depan kontainer di Yangshan Deep Water Port di Shanghai, Cina, 24 April 2018.[REUTERS / Aly Song]
Sementara dilansir dari Associated Press, perusahaan AS mulai dari peternakan, kedelai, wiski hingga produsen mobil seperti Ford dan Tesla akan menderita kerugian jika Cina melakukan balas dendam. Daftar Cina dirancang untuk menimbulkan rasa sakit pada petani AS dan kelompok lain yang penting bagi basis politik Presiden Donald Trump.
Perang dagang juga mengancam perusahaan-perusahaan besar Cina seperti China Mobile yang akan mengalami hambatan di pasar AS. Sebuah agen AS di bawah Departemen Perdagangan merekomendasikan untuk tidak memberikan izin operasional kepada operator telekomunikasi terbesar Cina, karena resiko keamanan nasional yang bisa diakibatkan oleh perusahaan yang dikelola negara tersebut.
Baca: Pangkalan Militer Sri Lanka Pindah ke Pelabuhan yang Disewa Cina
Lu pada Selasa menyebut peringatan itu sebagai spekulasi tak berdasar dan tindakan tidak rasional, yang berasal dari mentalitas Perang Dingin.
"Kami berharap AS akan menyediakan lapangan yang setara untuk investasi dan operasi perusahaan Cina di Amerika Serikat dan melakukan sesuatu yang kondusif bagi kepercayaan bersama," kata Lu.
Pasar saham Cina telah jatuh hampir 10 persen dalam beberapa pekan terakhir di tengah kekhawatiran perang dagang, sementara mata uangnya telah turun tajam terhadap dolar AS.
Dalam komentarnya pada Selasa 3 Juli kemarin, gubernur bank sentral Cina, Yi Gang, mengatakan penyusutan 3 persen yuan selama dua minggu terakhir mencerminkan penguatan dolar AS dan efek dari ketidakpastian eksternal. Yuan berada pada titik terendahnya terhadap dolar sejak Desember lalu. Meskipun demikian, Yi mengatakan risiko keuangan terkendali.
Baca: Perang Dagang, Trump Bakal Larang Ekspor Teknologi ke Cina
Trump telah menuduh Cina secara tidak adil memperoleh teknologi AS melalui pemaksaan dan pencurian dan membatasi akses pasar untuk perusahaan keuangan dan teknologi AS. Tuduhan ini langsung disangkal oleh Cina.
Cina menuduh Amerika Serikat melakukan proteksionisme, seperti perlakuannya kepada perusahaan Cina yakni China Mobile dan pembuat peralatan telekomunikasi ZTE, yang ditutup pada April setelah Departemen Perdagangan melarang sementara pembelian chip Amerika Serikat.