TEMPO.CO, Jakarta - Pesawat yang kami tumpangi terbang 19 jam dari bandara Internasional Soekarno Hatta menuju bandara Internasional Heydar Aliyev di Baku, ibukota Azerbaijan. Tidak ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Baku, sehingga pesawat yang membawa Tempo dan 9 jurnalis Indonesia lainnya transit di Istanbul, Turki dan begitu pula saat kembalinya ke Jakarta.
Kami tiba di Baku, saat bulan Ramadan tahun 2018 memasuki hari ke 11. Ketika roda pesawat Turkish Airways menjejakkan kaki di bandara Heydar Aliyev, rasa penasaran semakin kuat untuk mengetahui seperti apa Azerbaijan. Bagi mayoritas warga Indonesia, negara ini belum banyak yang tahu. Informasi yang diterima dari Kedutaan Besar RI di Baku, hanya sekitar 70 WNI saat ini tinggal di negara ini, dan sebagian besar diplomat dan pebisnis.
Baca: Seabad Merdeka, Ini 10 Fakta Penting tentang Azerbaijan
Bus yang khusus membawa kami tidak mengarah ke terminal kedatangan, melainkan berbelok ke arah gedung VIP. Sehingga rasa ingin tahu suasana di dalam terminal bandara ini tak kesampaian.
Kami lalu bernegosiasi dengan tim penjemput dari pemerintah Azerbaijan dan pihak KBRI di Baku, agar kami diizinkan turun di bandara untuk melihat langsung suasana bandara internasional yang awal Mei 2018 meraih rating bintang lima dari Skytrax. Ini peringkat tertinggi yang diberikan organisasi internasional pemeringkat bandara.
Selama hampir 2 jam bandara yang namanya diambil dari nama Bapak Pendiri Azerbaijan itu menjadi pusat perhatian para jurnalis. Ada yang merekam dengan video kamera atau telepon selulernya, ada yang mewawancarai orang-orang yang melintas di depan pintu keberangkatan, dan memfoto area luar bandara.
Pintu kedatangan bandara internasional Heydar Aliyev di Baku, ibu kota Azerbaijan. [TEMPO/MARIA RITA HASUGIAN]
Baca: EKSKLUSIF: Hendromartono, Setengah Abad Jadi Eksil di Azerbaijan
Angin kencang, sinar matahari pagi yang cerah dan langit biru tua sebagai pertanda musim semi sedang berlangsung di Baku. Pelataran bandara yang luas ke arah gedung terminal bersih dari sampah. Tak terlihat air kubangan yang menggenangi jalan dan angin kencang membuat nyaman mengelilingi bandara yang disainnya seperti ulat kepompong, spiral minim sudut dengan pintu masuknya seperti sayap kupu-kupu.
Sesaat, sepasang mata ini tertuju pada tanda yang berada di sisi kanan arah pintu kedatangan bandara. Tanda yang menunjukkan zona parkir khusus difabel yang ditulis dalam bahasa Azeri, bahasa warga Azerbaijan, dan Inggris. Letaknya yang cuma beberapa meter dari pintu kedatangan membuat kaum difabel tak kesulitan mengakses terminal.
Setelah itu, ada tanda zona kendaraan umum seperti bus dan taksi berwarna marun tua. Para supir memarkirkan mobil mereka rapi tanpa penghalang. Setelah itu, zona parkir mobil pribadi rapi yang menghadap ke arah pintu keberangkatan dan kedatangan. Mobil-mobil ini parkir saling berhadapan untuk menghemat ruang.
Desain Bandara internasional Hyedar Aliyev di Baku, Azerbaijan yang unik mirip kepompong. [TEMPO/MARIA RITA HASUGIAN]
Tata letak bandara ini terbuka tanpa penghalang sehingga para pengunjung dengan mudah mengakses pintu kedatangan maupun keberangkatan . Sayang kami tidak diizinkan masuk ke dalam terminal karena tidak diizinkan mengambil foto dari dalam terminal. Larangan seperti ini ternyata diberlakukan untuk beberapa gedung pemerintahan yang kami kunjungi di hari berikutnya.
Baca: Indonesia-Azerbaijan Kerja Sama di Bidang Pelayanan Publik
Dengan penataan bandara sebagai pintu gerbang masuk ke Azerbaijan, memberi kesan kota Baku aman dan nyaman bagi pendatang. Tiga hari kemudian anggapan itu dibenarkan oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Azerbaijan, Husnan Bey Fananie saat menerima 10 jurnalis di KBRI di Baku.
"Azerbaijan aman 24 jam, ini negara termasuk paling aman bahkan di malam hari tak ada yang menganggu orang sendirian melintas di jalan," kata Dubes Husnan sambil mempersilakan para jurnalis menikmati makanan khas Indonesia saat berbuka puasa.
Waktu bergerak cepat, kami pun terpaksa meninggalkan bandara Heydar Aliyev untuk melanjutkan perjalanan menuju kota Baku yang dikenal sebagai kota pertama di dunia yang memiliki kilang minyak.