TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hubungan luar negeri, Hoppi Yoon, mengatakan Korea Utara dan Amerika Serikat akan terus melakukan tarik – menarik hingga kelarnya proses dialog untuk denuklirisasi di Semenanjung Korea.
Yoon mengatakan ini menanggapi temuan dari lembaga intelijen AS, yang menyatakan Korea Utara masih terus mengoperasikan instalasi nuklir dan memproduksi material nuklir.
Baca:
Kim Jong Un dan Moon Jae-in Teken Deklarasi Perdamaian Korea
Baca: Deklarasi Perdamaian Panmunjeom, Trump: Perang Korea Berakhir
“Tidak ada keraguan atas niat Korea Utara untuk denuklirisasi. Tapi itu tidak berarti negara itu bakal melakukan program ini secara sepihak saja,” kata Yoon kepada Tempo lewat aplikasi Whats App, Sabtu, 30 Juni 2018.
Menurut Yoon, yang bergelar doktor dan mengajar di President University di Cikarang, Korea Utara menginginkan proses denuklirisasi nuklir dan pencabutan sanksi embargo ekonomi, yang melumpuhkan negara itu, dilakukan secara bersamaan. Namun, menurut dia, pemerintah AS tidak menyetujui ini dan ingin melihat Korea Utara melakukan denuklirisasi terlebih dulu baru diikuti pencabutan sanksi.
Baca:
Cegat Nuklir Korea Utara, Jepang Beli Radar Rp 28 Triliun dari AS
Intelijen AS: Situs Nuklir Rahasia Korea Utara Masih Beroperasi
“Tak terelakkan, Kim akan terus mengembangkan nuklir ini hingga selesainya proses negosiasi imbal balik dengan AS,” kata dia.
Menurut temuan intelijen AS, rezim Korea Utara mencoba meningkatkan produksi bahan bakar nuklir di sejumlah lokasi rahasia selain instalasi nuklir Yongbyon, yang telah diketahui sebelumnya.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, berbincang dengan salah satu pekerja saat mengunjungi pabrik kosmetik Sinuiju, di perbatasan Korea Utara dan Cina, Ahad, 1 Juli 2018. Kunjungan Kim ke pabrik tersebut sebagai upaya simbolik membaiknya hubungan ekonomi antara Korea Utara dan Cina. REUTERS/KCNA.
Temuan ini juga menyitir pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, diduga mencoba menyembunyikan ini untuk mendapatkan konsesi saat melakukan pertemuan bersejarah dengan Presiden AS, Donald Trump, saat keduanya bertemu di Singapura pada 12 Juni 2018 lalu.
Saat itu, seperti dilansir Reuters, Trump mencuit,”Sudah tidak ada ancaman nuklir lagi dari Korea Utara.”
Menurut media NBC, yang mengutip 5 sumber dari pejabat AS, rezim Korea Utara berupaya meningkatkan produksi pengayaan uranium untuk senjata nuklir meskipun sedang terlibat proses negosiasi dengan AS. “Ada bukti tak terbantahkan bahwa mereka mencoba menipu AS,” kata pejabat yang dikutip secara anonim ini.
Menurut Yoon, Kim membutuhkan pertumbuhan ekonomi untuk menangkal ancaman terhadap kekuasaannya dari dalam negeri. Ini membuat Kim menyadari dia tidak bisa mengembangkan senjata nuklir dan membangun kesejahteraan ekonomi bagi negaranya. “Jadi Kim ingin melakukan ini dengan cara yang paling aman,” kata dia.
Yoon mengatakan perkembangan mengenai temuan intelijen AS ini akan terlihat saat Menlu AS, Mike Pompeo, mengunjungi Pyongyang pada pekan ini. “Kim mendesak adanya pencabutan sanksi ekonomi dari AS. Negosiasi soal ini jadi seperti ayam dan telur,” kata dia.
Pengamat dari S Rajaratnam School, Graham Ong-Webb, mengatakan laporan intelijen AS ini layak dipercaya. Dia mengaku tidak terkejut saat mengetahui adanya temuan Korea Utara memiliki instalasi nuklir selain Yongbyon, yang telah diketahui selama ini.