TEMPO.CO, Kuala Lumpur – Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, berencana menegosiasi ulang perjanjian jual-beli air dengan pemerintah Singapura.
Mahathir menilai perjanjian yang diteken pada 1962 itu terlalu mahal dan memberatkan Malaysia secara finansial.
Baca:
PM Mahathir Setuju Kasus Tewasnya Model Altantuya Dibuka lagi
Mahathir Mohamad Ajukan 15 Nama Kabinet Tambahan ke Raja Malaysia
Mahathir, 92 tahun dan baru saja memenangkan pemilu PM Malaysia pada 9 Mei 2018 dengan mengalahkan Najib Razak, mengatakan perjanjian jual beli air dengan harga tetap untuk menyuplai 60 persen kebutuhan air Singapura sebagai kemahalan.
Menanggapi ini, pemerintah Singapura mendesak pemerintah Malaysia untuk menaati perjanjian jual-beli air itu.
Baca:
Menuju 100 Hari Kerja Mahathir Mohamad Mereformasi Malaysia
Mahathir: Mustahil Najib Tak Tahu Transaksi di 1MDB
“Perjanjian Air 1962 ini merupakan perjanjian fundamental yang dijamin oleh pemerintah kedua negara dalam Perjanjian Pemisahan 1965, yang dicatatkan di PBB. Kedua pihak harus saling menaati semua ketentuan di dalam perjanjian itu,” begitu kata seoran juru bicara kementerian Luar Negeri Singapura seperti dilansir Reuters, Senin, 25 Juni 2018.
Singapura pernah menjadi bagian Malaysia namun kemudian berpisah pada 1965, yang berdampak langsung pada kerja-sama ekonomi dan hubungan kedua negara.
Hubungan Singapura dan Malaysia cenderung mendingin pada era pemerintahan Mahathir pertama yaitu 1981 – 2003.