TEMPO.CO, Jakarta - Iran secara terbuka melawan 12 tuntutan yang diajukan oleh Amerika Serikat pada 21 Mei 2018. Negara itu menilai tuntutan dan ancaman terhadap Iran yang disampaikan melalui Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, adalah cermin keputusasaan Amerika Serikat terhadap perlawanan komunitas internasional atas upaya Amerika Serikat untuk mengakhiri JCPOA.
Amerika Serikat ingin mengakhiri kesepakatan internasional nuklir atau JCPOA yang disetujui pada 14 Juli 20015 pada era Presiden Barack Obama dengan Iran dan negara-negara P5+1. Melalui kesepakatan ini, Iran wajib membekukan program nuklirnya dan sebagai imbalan, sanksi-sanksi ekonomi terhadap Iran akan dilonggarkan, termasuk dibukanya akses bagi Iran pada asset-asetnya.
“Pompeo berusaha membenarkan mundurnya Amerika Serikat dari JCPOA dan mengalihkan opini publik dari perilaku Amerika Serikat yang melanggar hukum dan pelanggarannya secara terang-terangan atas resolusi Dewan Keamanan PBB 2231, yakni sebuah resolusi yang disusun dan diusulkan oleh Amerika Serikat sendiri dan diadopsi dengan suara bulat oleh Dewan Keamanan PBB,” kata Menteri Luar Negeri Iran, M. Javad Zarif, Minggu, 24 Juni 2018.
Baca: 12 Tuntutan Amerika Serikat untuk Iran
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, yang juga negosiator nuklir Iran, menyapa para simpatisan saat kedatangannya di bandara Mehrabad di Teheran, Iran, setelah mengakhiri lawatannya di Lausanne, Swiss, 3 April 2015. Sebuah garis besar kesepakatan tentang program nuklir Iran sudah tercapai setelah perundingan maraton antara enam kekuatan dunia dengan Iran di Lausanne, Swiss. AP/Ebrahim Noroozi
Baca: Amerika Serikat Ajukan 12 Tuntutan, Rouhani: Anda Ini Siapa?
Dalam keterangannya, Zarif mengatakan 12 tuntutan dan ancaman terhadap Iran secara terang-terangan telah melanggar hukum dan norma internasional. Ke-12 tuntutan yang disampaikan Pompeo untuk Iran sangatlah tidak masuk akal, terlebih pemerintahan Amerika Serikat semakin terisolasi secara internasional karena upayanya mengacaukan diplomasi dan multilateralisme. Untuk itu, tidak mengherankan jika tuntutan diterima secara negatif oleh komunitas internasional, termasuk oleh negara sahabat dan sekutu Amerika Serikat.
“Saya benar-benar meragukan bahwa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat bahkan memiliki pengetahuan meskipun sedikit tentang sejarah dan budaya Iran serta perjuangan rakyat Iran demi kemerdekaan dan kebebasan, dan jika ia sudah tahu, akankah ia menyampaikan pernyataan aneh semacam itu,” kata Zarif.
Sebelumnya pada Mei 2018, Amerika Serikat mengajukan 12 tuntutan kepada Iran yang jika tidak dipenuhi, maka Iran akan menghadapi sanksi terberat dalam sejarah negara itu. Amerika Serikat diantaranya menuntut Iran agar membuat perubahan bidang militer dan merubah kebijakan-kebijakan kawasan. Amerika Serikat juga menuntut Iran menghentikan dukungan pada kelompok teroris dan jaringan militan garis keras di seluruh dunia.