TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Perdana Menteri Korea Selatan, Kim Jong-pil, salah satu politisi paling berpengaruh di Korea Selatan pada 1980-an dan 1990-an wafat pada Sabtu, 23 Juni, di usia 92 tahun. Kim Jong-pil wafat karena usia tua saat dibawa ambulans ke Rumah Sakit Universitas Soonchunhyang di Seoul, dari rumahnya di Shindang-dong pada pagi hari, seperti dilansir dari Yonhap, 23 Juni 2018.
Sebagai pensiunan letnan kolonel, Kim adalah tokoh utama kudeta pada 1961 yang membuat Mayjen Park Chung-hee berkuasa sampai dibunuh pada 1979. Park adalah ayah dari Park Geun-hye, presiden wanita pertama Korea Selatan yang digulingkan dari jabatannya tahun lalu karena skandal korupsi yang kini menjalani hukuman 24 tahun penjara.
Baca: Hormati Kim Jong Un, Amerika Serikat Tangguhkan Latihan Militer
Kantor kepresidenan Korea Selatan merilis sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa "sidik jari dan jejak kaki Kim yang menandai sejarah politik modern Korea Selatan tidak akan mudah dihapus," seperti dikutip dari Associated Press.
Setelah Park menjadi presiden, Kim mendirikan badan intelijen Korea (KCIA), yang menjadi akar Badan Intelijen Nasional saat ini, sebelum menjabat sebagai perdana menteri pada 1971-1975.
Park Chung-hee menggunakan agen mata-mata sebagai alat untuk menekan saingan politiknya, termasuk pemimpin oposisi Kim Dae-jung, yang kemudian menjadi presiden Korea Selatan pada akhir 1990-an.
Baca: Pengadilan Korea Selatan Resmi Larang Bunuh Anjing untuk Disantap
Sebuah tim pencari fakta pemerintah Korea Selatan mengatakan pada 2007 bahwa agen KCIA menculik Kim Dae-jung dari hotel di Tokyo pada 1973, beberapa hari sebelum dia memulai koalisi organisasi Korea Selatan yang berbasis di Jepang untuk demokratisasi Korea Selatan. Namun Kim Jong-pil tidak memerintahkan penculikan 1973.
25 tahun kemudian ia bergabung dengan Kim Dae-jung dan membantunya memenangkan pemilihan presiden Korea Selatan pada 1997. Dia menjabat sebagai perdana menteri Kim Dae-jung dari 1998-2000.
Setelah sukses memenangkan Kim Dae-jung sebagai presiden pada 1997, Kim Jong-pil dan partai konservatifnya diberi beberapa jabatan Kabinet di pemerintahan baru. Namun koalisi mereka runtuh pada 2001 karena berselisih tentang kebijakan Kim Dae-jung yang memberikan bantuan dan program pertukaran. Kim Dae-jung memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada 2000 atas upayanya untuk berdamai dengan Korea Utara dan mempromosikan demokrasi di Korea Selatan.