TEMPO.CO, Jakarta - Italia memanggil duta besar Prancis pada Rabu 13 Juni menyusul kemarahan atas kritik yang dilontarkan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, terhadap kebijakan imigrasinya karena mengusir sekitar 600 pengungsi yang terdampar di Laut Mediterania.
Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan Italia telah bertindak dengan sikap sinisme dan tidak bertanggung jawab dengan menutup pelabuhannya untuk kapal migran. Akibat tanggapan Macron, menteri ekonomi Italia membatalkan pertemuan di Paris dan Perdana Menteri Giuseppe Conte menimbang menunda pertemuan dengan Macron yang sebelumnya dijadwalkan pada Jumat 15 Juni.
Baca: Italia Usir Kapal Berisi 600 Pengungsi, Macron Kecam Italia
"Kami tidak memiliki sesuatu untuk dipelajari tentang kedermawanan, kesukarelaan, penyambutan, dan solidaritas dari siapa pun," kata Menteri Dalam Negeri Italia, Matteo Salvini, seperti dilaporkan Reuters, 14 Juni 2018.
Salvini, yang juga wakil perdana menteri dan pemimpin partai Liga anti-imigran, meminta Prancis untuk meminta maaf dan mengatakan dia tidak sudi menerima kritik dari negara yang secara teratur menghentikan pengungsi di perbatasan.
Namun otoritas Perancis mengatakan pihaknya tidak menerima permintaan resmi dari Italia untuk permohonan maaf dan yakin bahwa pertemuan yang direncanakan antara Macron dan Conte akan dilanjutkan.
Baca: Libanon Akan Pulangkan 3 Ribu Pengungsi Suriah Sebelum Lebaran
"Kita tidak boleh menyerah pada emosi, yang beberapa orang manipulasi," ujar Macron menanggapi balasan Italia atas kritiknya terhadap arus pengungsi.
Macron menyarankan agar Roma berusaha untuk membuat terobosan besar dengan pemerintah sebelumnya untuk menerima kapal daripada menangani masalah mendasar pembangunan dan keamanan di negara-negara asal migran dan jalur penyelundupan pengungsi.
Matteo Salvini [Reuters]
Buntut ketegangan diplomatik antara Italia dan Prancis terjadi setelah kapal Aquarius yang menyelamatkan 629 pengungsi yang terdampar di Laut Mediterania ditolak oleh otoritas Italia saat hendak ke pelabuhan. Namun kapal penyelamat akhirnya bisa mendaratkan pengungsi setelah Spanyol setuju menerima mereka.
Membalas komentar pedas Prancis, Salvini mengatakan Prancis hanya mengambil sebagian kecil dari 9.816 pengungsi yang telah dijanjikan untuk diterima dalam rencana relokasi Uni Eropa 2015. Rencana Relokasi Uni Eropa bertujuan untuk mengurangi tekanan arus pengungsi terhadap Italia dan Yunani, namun rupanya perjanjian ini diujung tanduk, karena hanya segelintir negara yang menerima pengungsi.
“Jadi saya meminta Presiden Macron untuk membuktikan kata-katanya melalui tindakan, dan besok pagi sambutlah 9.000 pengungsi ke Prancis yang dijanjikan untuk disambut sebagai tanda kemurahan hati yang nyata dan bukan sekedar kata-kata,” kata Salvini, seperti dilaporkan Associated Press.
Baca: Belanda: Pengungsi Suriah Hadapi Masalah Mental
Perancis sendiri telah menerima 635 pengungsi dari ketentuan rencana Uni Eorpa. Namun Italia selama bertahun-tahun telah mengeluh bahwa sebagian besar dari mereka telah dibiarkan sendirian untuk mengelola krisis imigran Eropa, tetapi pemerintah baru mengatakan keputusan baru dianggap berhasil mengangani masalah ini.
Salvini juga menuduh Prancis telah mengembalikan 10.249 pengungsi di perbatasan utara Italia sejak Januari, termasuk wanita, anak-anak dan orang cacat.
Kepala badan pengungsi PBB, Filippo Grandi asal Italia, mengatakan sangat memalukan bahwa dua negara Eropa menolak menerima pengungsi yang terdampar.
Lebih dari 1,8 juta pengungsi telah memasuki Eropa sejak 2014, dan Italia telah menampung lebih dari 170.000 pencari suaka, serta sekitar 500.000 migran yang tidak terdaftar.