TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Afganistan, Asraf Gani, untuk pertama kalinya mengumumkan gencatan senjata tanpa syarat dengan Taliban pada kamis, 7 Juni 2018.
Keputusan gencatan senjata ini dilakukan setelah pertemuan antarulama dari seluruh penjuru Afganistan yang mendeklarasikan fatwa menentang bom bunuh diri, seperti dilansir dari Reuters, 7 Juni 2018.
Baca: Presiden Afganistan Mengutuk Serangan Bom di Pertemuan Ulama
Selain deklarasi fatwa, para ulama juga merekomendasikan gencatan senjata antara Taliban dengan pemerintah. Presiden Afganistan, Ashraf Ghani pun setuju dan mengumumkan gencatan senjata.
Ghani telah mendesak Taliban untuk gencatan senjata sebelumnya, namun ini adalah pertama kalinya gencatan senjata tanpa syarat yang diumumkan Ashraf Ghani sejak menjabat presiden pada 2014.
"Gencatan senjata ini adalah peluang Taliban untuk introspeksi atas kampanye kekerasan mereka yang tidak memenangi rakyat dan pikiran tetapi malah mengasingkan," ujar Ghani.
Baca: Ulama Afganistan: Keinginan Taliban Mustahil Terjadi
"Dengan pengumuman gencatan senjata ini melambangkan kekuatan pemerintah Afghanistan dan kehendak rakyat untuk resolusi damai terhadap konflik Afghanistan."
Senjata Taliban yang diduga dipasok oleh Rusia. Cnn.com
Namun mantan jenderal Afganistan,Atiqullah Amarkhel, tidak setuju dengan gencatan senjata ini karena akan membuat Taliban mengumpulkan kekuatan.
"Dari prospek militer, ini bukan langkah bagus, ini akan memberikan musuh peluang untuk mempersiapkan diri untuk serangan lebih lanjut," tegas Atiqullah Amarkhel.
Baca: Lawan Tradisi, Wanita Afganistan Jadi Pengembang Game Profesional
Pernyataan resmi gencatan senjata disampaikan kantor kepresidenan pada Kamis 7 Juni, dan akan mulai berlaku pada 12 Juni hingga 20 Juni 2018 untuk menghormati perayaan idulfitri, seperti dikutip dari Associated Press. Namun gencatan senjata tidak berlaku bagi al-Qaida dan ISIS di Afganistan.
Namun hingga kini belum ada tanggapan dari Taliban terkait gencatan senjata yang telah diumumkan pemerintah Afganistan.