TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Malaysia, Tan Sri Muhyiddin Yassin menyebut pengusaha Low Taek Jho atau dikenal dengan nama Jho Low adalah otak di balik skandal korupsi 1MDB. Muhyiddin mengatakan tim penyidik telah mengumpulkan cukup bukti untuk menahan dan menuntut pengusaha kelahiran penang tersebut.
"Dia adalah penjahat utama di balik korupsi 1MDB," kata Muhyiddin seperti dilansir dari Malaymail, 7 Juni 2018.
"Saya bilang tunggu dulu, mari kita kumpulkan informasi. Tapi beberapa orang tidak ingin menunggu dan ingin mengambil tindakan segera, bukan hari ini tapi kemarin. Inilah betapa orang-orang sudah geram," ujar Muhyiddin melanjutkan.
Baca: Komisi Antikorupsi Surati Jho Low, Otak Skandal 1MDB, Ini Isinya
Komisi Antikorupsi Malaysia atau MACC meminta Jho Low dan mantan direktur SRC International untuk membantu investigasi kasus SRC, anak perusahaan 1MDB.
SRC International terseret korupsi 1MDB setelah mengirim dana sebesar RM 42 juta atau Rp 146 miliar ke rekening pribadi eks perdana menteri Najib Razak, seperti dilansir Channel News Asia.
Pengumuman DPO MACC atau Suruhan Jaya Pencegahan Rasuah Malaysia (SPRM) untuk pengusaha Jho Low dan mantan direktur SRC International, Nik Faisal Ariff Kamil Nik Othman Arif Kamil, 7 Jumi 2018. [SRPM via Facebook]
Baca: Jho Low, Pengusaha Muda Malaysia di Pusaran Skandal 1MDB
Komisi Antikorupsi Malaysia kemudian merilis daftar pencarian Jho Low dan mantan direktur SRC International, Nik Faisal Ariff Kamil Nik Othman Arif Kamil.
"MACC meminta kepada siapapun yang mengetahui keduanya atau salah satu pihak harap hubungi petugas MACC atau kantor MACC terdekat," ujar Komisi Antikorupsi Malaysia dalam pernyataan resminya seperti dilansir The Star.
Keberadaan Jho Low belum diketahui. Media mengabarkan Jho Low kerap berpindah tempat mulai dari Thailand, Hong Kong, dan Australia.
Jho Low, 37 tahun, disebut-sebut memiliki hubungan dengan anak tiri Najib Razak, Riza Aziz, yang dituduh terlibat pencucian uang oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat dengan nilai US$ 4,5 miliar atau Rp 62 triliun yang diduga berasal dari dana perusahaan negara Malaysia, 1MDB.