TEMPO.CO, Jakarta - Dua tenaga kerja Indonesia atau TKI asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Sumiyati binti Muhammad Amin dan Masani binti Syamsuddin Umar, lolos dari hukuman mati setelah pengadilan banding menolak tuntutan qisas terhadap keduanya.
Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel dalam keterangan tertulis menjelaskan, kasus hukum keduanya bermula saat ditangkap aparat kepolisian Saudi pada 27 Desember 2014 atas tuduhan bersekongkol melakukan sihir atau santet, sehingga anak majikan menderita sakit permanen. Keduanya pun dituduh bersekongkol membunuh ibu majikan, Hidayah binti Hadijan Mudfa al-Otaibi, dengan cara menyuntikkan sebuah zat yang dicampur dengan insulin ke tubuh ibu majikan yang menderita diabetes, sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia.
Baca: Kebenaran Terungkap, TKI Selamat dari Hukuman Mati
Dua TKI asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Sumiyati binti Muhammad Amin dan Masani binti Syamsuddin Umar lolos dari hukuman mati setelah Pengadilan Banding menolak tuntutan qisas terhadap keduanya.Sumber: KBRI Arab Saudi
Baca: Migrant Care: Eksekusi Mati TKI Zaini Misrin Melanggar HAM
Menurut Agus, pihaknya melakukan pendampingan yang intensif pada dua TKI tersebut dalam menjalani proses hukum di persidangan. KBRI Riyadh pun secara rutin melakukan kunjungan di penjara untuk membekali dan menguatkan keduanya dalam menghadapi proses pemeriksaan persidangan.
Pada sidang kesepuluh atau 20 Februari 2016, Pengadilan Pidana Kota Dawadmi memutuskan perkara ini dengan menjatuhkan hukuman ta'zir (dera), masing-masing dihukum penjara di Kota Dawadmi selama 1,5 tahun untuk Sumiyati dan 1 tahun untuk Masani. Putusan tersebut didasarkan pada bukti pengakuan kedua WNI saat penyidikan yang dilegalisasi pengadilan.
Pada persidangan 10 Agustus 2017, Pengadilan Pidana Kota Dawadmi memutuskan menolak tuntutan qisas terhadap kedua WNI dengan alasan salah seorang ahli waris, Sinhaj Al Otaibi, di depan persidangan menegaskan bahwa ia mencabut hak tuntutan qisas terhadap kedua TKI dan tidak menuntut kompensasi apa pun.
"Sebuah tuntutan qisas harus dilakukan secara konsensus di antara para ahli waris korban. Apabila ada salah satu anggota keluarga mencabut, tuntutan tersebut menjadi gugur. Itu ada ketentuan yang sangat dikenal dalam Al-Tasyri’ al-Jina’iy atau hukum pidana Islam," tutur Agus dalam keterangannya, Senin, 4 Juni 2018.
Agus menjelaskan, pencabutan tuntutan qisas oleh Sinhaj Al Otaibi tidak lantas memuluskan jalan dua TKI tersebut untuk bebas. Sebab, ahli waris keluarga korban yang lain, Fahad al-Otaibi, bersikukuh mengajukan banding. Namun Pengadilan banding pada akhir 2017 menguatkan putusan Pengadilan Pidana Kota Dawadmi yang menolak tuntutan qisas terhadap dua WNI yang masih bersaudara ini.
Berangkat dari putusan yang berkekuatan hukum tetap itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia segera melanjutkan proses pencabutan tindakan pencegahan kedua WNI keluar dari Arab Saudi dan pengajuan proses exit permit dari kantor imigrasi.
Rencananya, dua TKI yang berasal dari Desa Kalimango, Kecamatan Alas Timur, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, ini dijadwalkan mendarat di Jakarta pada Rabu, 6 Juni 2018, dengan pesawat Emirate. Kepulangan kedua TKI akan didampingi langsung oleh Atase Hukum KBRI Riyadh Muhibuddin Thaib, jaksa karier dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung yang pernah bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi.