TEMPO.CO, Jakarta - Bimala Begum tampak ketakutan ketika didekati petugas keamanan India. Dia salah satu dari sekitar tiga juta perempuan berkeluarga di negara bagian Assam, timur laut India, yang diminta membuktikan surat kewarganegaraannya.
"Sejak saya menerima surat peringatan, saya telah dua kali pergi ke rumah tetangga dan bertanya, apa yang mereka lakukan. Saya benar-benar ketakutan," kata Begum, 37 tahun, sembari menunjukkan dua halaman surat peringatan dari pemerintah India berbahasa lokal, Assam.
Baca: 33 Muslim di India Ditembak Mati Gerilyawan
Puluhan muslim melakukan salat Jumat dalam bulan Ramadan di jalanan luar Masjid fi Ahmedabad, India, 9 Juni 2017. REUTERS/Amit Dave
Baru-baru ini, lembaga Pendaftaran Nasional Warga Negara (NRC) di negara bagian Assam melakukan pendataan ulang penduduk. Pendataan ini sebagai bagian dari kampanye pemerintah mengidentifikasi imigran tak berdokumen dari negara tetangga, Bangladesh.
Menurut dokumen otentik yang dimiliki pemerintah India, lebih dari tujuh juta orang, termasuk 2,9 juta perempuan menikah berada di negara bagian Assam. "Keberadaan mereka sedang diverifikasi oleh pihak berwenang. Selanjunya akan diputuskan, apakah mereka warga negara India atau imigran," tulis Al Jazeera.Puluhan muslim melakukan salat Jumat dalam bulan Ramadan di jalanan luar Masjid fi Ahmedabad, India, 9 Juni 2017. REUTERS/Amit Dave
Aktivis kemanusiaan Rejaul Karim Sarkar yang menjabat sebegai Presiden Persatuan Mahasiswa Minoritas Seluruh Warga Assam (AAMSU) menuduh petugas menjadikan perempuan yang menggunakan sertifikat sementara sebagai subyek pelecehan.
Baca: 400 Pemberontak India Menyerah
Adapun para aktivis kemanusiaan lainnya menyampaikana ketakutannya terhadap nasib puluhan ribu orang lainnya yang tidak tercatat di dalamdaftar NRC. Mereka takut diperam di pusat-pusat penahanan dan dibuat menjadi orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan India, seperti kaum Rohingya di Myanmar.