TEMPO.CO, Jakarta - Paraguay meresmikan kedutaan besarnya di Yerusalem, pada Senin 21 Mei 2018, menjadikan Paraguay negara ketiga yang membuka kedutaan besar di Yerusalem setelah Amerika Serikat dan Guatemala.
Presiden Paraguay Horacio Cartes dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadiri upacara peresmian kedutaan besar.
"Ini adalah hari bersejarah yang memperkuat hubungan antara Paraguay dan Israel," kata Horacio Cartes, seperti dilaporkan Middle East Eye, 21 Mei 2018.
"Hari yang luar biasa bagi Israel. Hari yang luar biasa bagi Paraguay. Hari yang luar biasa untuk persahabatan kami," Netanyahu menanggapi pernyataan Cartes.
Amerika Serikat merelokasi kedutaan besarnya ke Yerusalem seminggu yang lalu, yang memancing kemarahan Palestina, menyusul Guatemala yang memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem pada Rabu 16 Mei 2016.
"Ini adalah hari bersejarah yang memperkuat hubungan antara Paraguay dan Israel," kata Horacio Cartes, seperti dilaporkan Middle East Eye, 21 Mei 2018.
"Hari yang luar biasa bagi Israel. Hari yang luar biasa bagi Paraguay. Hari yang luar biasa untuk persahabatan kami," Netanyahu menanggapi pernyataan Cartes.
Baca: Inggris Salahkan Amerika Serikat Pindahkan Kedutaan ke Yerusalem
Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu (kanan) bertemu dengan Presiden Paraguay Horacio Cortes di kantor perdana menteri Israel di Yerusalem, 19 Juli 2016.[Timesofisrael]
Status Yerusalem adalah salah satu hambatan tersulit untuk merancang kesepakatan perdamaian antara Israel dan Palestina, yang sama-sama menginginkan Yerusalem Timur, sebagai ibukota mereka. Hanan Ashrawi, seorang pejabat Organisasi Pembebasan Palestina atau PLO mengecam langkah Paraguay.
Baca: Demi Yerusalem, Maroko Tunda Rencana Kota Kembar Dengan Guatemala
"Dengan mengikuti tindakan provokatif dan tidak bertanggung jawab yang bertentangan langsung dengan hukum dan konsensus internasional, Paraguay telah bersekongkol dengan Israel, Amerika Serikat dan Guatemala untuk bergabung dalam pendudukan militer dan menutup nasib Yerusalem yang telah dikuasai," kata Ashrawi, seperti dikutip Reuters.
Awal pekan lalu, protes besar-besaran di Gaza terhadap langkah Amerika Serikat berujung maut setelah tentara perbatasan Israel menembakkan gas air mata dan peluru tajam ke arah massa sipil Palestina.
Israel menyalahkan Hamas karena menghasut demonstran untuk menerobos pagar Gaza ke Israel, meskipun Hamas membantah telah mengorganisir aksi.
Kekerasan di Gaza meningkat setelah Amerika Serikat meresmikan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem, atas keputusan Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.