TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat telah menjual secara obral 3.200 bom serta bunker kokoh senilai US$.45 juta atau setera Rp.6.3 miliar ke Bahrain. Negara Moraki itu telah terlibat dalam agresi militer Arab Saudi ke Yaman.
Dikutip dari situs rt.com pada Minggu, 20 Mei 2018, pembelian itu terdiri dari 1.500 bom Mark-82, 600 bom Mark-83, 600 bom Mark-84 dan 500 bunker BLU-109. Departemen bidang kerja sama keamanan Amerika Serikat, mengatakan bom-bom itu dilengkapi dengan hulu ledak khusus yang dirancang untuk menghantam target-target keras.
"Merima ini ditujukan untuk melengkapi jet tempur F-16 Bahrain dan akan dikirim secara langsung dari Amerika Serikat. Bahrain akan menggunakan amunisi-amunisi ini sebagai sebuah penangkis terhadap ancaman kawasan, memperkuat pertahanan dalam negeri dan melakukan operasi pemberantasan terorisme serta operasi militer yang dipimpin oleh Amerika Serikat," demikian keterangan Departemen bidang kerja sama keamanan Amerika Serikat, Jumat, 18 Mei 2018, waktu setempat.
Baca: Bahrain Dukung Israel Serang Iran
Sejumlah tentara pemerintah bersiaga di atas tank tempur, sambil membawa sejumlah peralatan perang. Sejumlah negara Timur Tengah mendesak untuk penghentian peperangan, dan meminta PBB turun tangan. Marib, Yaman, 20 September 2015. Reutres
Baca: Qatar Tidak Tunduk Tekanan Negara Teluk, Termasuk Bahrain
Tidak diketahui apakah bom-bom yang dijual obral oleh Amerika Serikat ke Bahrain itu akan digunakan dan untuk melawan siapa. Dalam peta politik dunia, Bahrain saat ini terlibat dalam dua koalisi, yakni koalisi Amerika Serikat melawan Islamic State atau ISIS dan koalisi Arab Saudi menyerang kelompok garis keras di Yaman sejak 2015. Kuat dugaan, suplai bom-bom dari Amerika Serikat itu bakal digunakan di perang Yaman.
Kelompok HAM mengutuk atas tindakan Washington ini dan menyebut hal ini ditujukan untuk menekan para pembangkang. Sebelumnya pada 2011, kelompok muslim syiah di Bahrain mengorganisir aksi protes yang terinspirasi gelombang 'Arab Spring' di Tunisia dan Mesir. Walhasil, Kerajaan Bahrain sempat mengalami perpecahan, tetapi segera mendapat bantuan dari Arab Saudi.