TEMPO.CO, Jakarta - Seorang Biksu menggugat kuil di Gunung Koya, Jepang karena telah memaksanya bekerja tanpa henti atau lembur demi melayani pengunjung dan wisatawan hingga ia menderita depresi.
Baca: Jepang Buat Drone Khusus untuk Bubarkan karyawan Gila Kerja
Biksu berusia empat puluhan ini menuntut 8,6 juta yen atau Rp 1,1 miliar dari kuilnya yang merupakan Situs Warisan Dunia yang juga dikenal sebagai Koyasan. Kuil ini dianggap sebagai situs Budha paling suci di Jepang.
Menurut pengacara biksu, Noritake Shirakura, kliennya mulai bekerja di kuil itu pada 2008 dan menjadi depresi sekitar Desember 2015.
"Klien saya terlalu sering bekerja tanpa manajemen jam kerja," kata Shirakura, seperti dilansir South China Morning Post pada 18 Mei 2018.
Baca: Paksa Lembur, Restoran Jepang Dituntut Rp 6,2 M
Shirakura yang menolak menyebutkan kliennya atau kuil yang digugat, mengatakan pria itu ingin mempertahankan identitasnya sehingga dia akhirnya bisa kembali ke pekerjaannya atau mencari posisi di tempat lain di komunitas kecil biarawan Budha.
Dalam tuntutannya bisku itu dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang dibayar jauh di luar kewajiban rohaninya dan kadang-kadang bekerja selama lebih dari dua bulan berturut-turut.
Pada 2015, ketika daerah Koyasan merayakan ulang tahun ke 1.200, ia dipaksa bekerja hingga 64 hari berturut-turut untuk menangani lonjakan wisatawan ke lokasi itu.
Baca: Begini Cara Korea Selatan Bubarkan Karyawan Lembur
Langkah Biksu tersebut telah didukung oleh biro tenaga kerja setempat yang menganggap jam kerjanya sudah berlebih. Kasusnya termasuk langka karena kasus perburuhan yang melibatkan sektor spiritual di Jepang.
Bisku itu bekerja lembur yang merupakan masalah utama di Jepang, dan menimbulkan kematian karena beban kerja berlebihan atau disebut karoshi. Laporan pemerintah yang dirilis tahun lalu menemukan ada 191 kasus karoshi dalam 12 bulan hingga Maret 2017, dan lebih dari 7 persen karyawan Jepang lembur hingga 20 jam dalam seminggu.