TEMPO.CO, Jakarta - Tiga orang yang dipaksa untuk mandul menggugat pemerintah Jepang. Ketiganya menjadi korban pemaksaan sterilisasi pada tahun 1948 hingga 1996. Jepang bermaksud mencegah lahirnya manusia berkualitas buruk saat itu.
Ketiga korban pemandulan paksa itu bergabung dengan sebuah gerakan sebagai bagian dari langkah untuk menuntut pemerintah Jepang meminta maaf dan memberikan kompensasi bagi para korban.
Baca: Pria Ini Bunuh Diri Setelah Tahu Istrinya Mandul
Gugatan yang diajukan di Tokyo dan beberapa tempat lain di Jepang dibuat setelah tindakan hukum yang diambil oleh seorang korban awal tahun ini.
Salah satu pengggugat, Saburo Kita, dipaksa untuk disterilkan saat masih remaja. Setelah menikah, ia tidak pernah memberi tahu istrinya dan baru mengungkapnya sebelum kematian istrinya pada tahun 2013.
"Kami menuntut 30 juta yen (Rp 3,8 miliar) kompensasi dari pemerintah," kata pengacaranya, Naoto Sekiya, seperti diilansir Japan Today pada 17 Mei 2018.
Selain Kita yang menggunakan nama samaran, dua korban lain dari Sendai dan utara Hokkaido juga akan mengajukan gugatan.
Kementerian Kesehatan Jepang mengakui bahwa sekitar 16.500 orang secara paksa disterilisasi di bawah undang-undang eugenika antara tahun 1948 dan 1996.
Undang-undang mengizinkan dokter untuk mensterilkan atau memandulkan orang-orang dengan cacat intelektual yang diwariskan, untuk mencegah generasi keturunan berkualitas buruk.
Baca: Wanita Pakai Narkoba seperti Jennifer Dunn, Awas Mandul
Saat itu, 8,500 orang lagi disterilkan atas kemauan sendiri.
Pemerintah Jepang telah berulang kali menolak permohonan individu dari korban untuk meminta maaf dan menawarkan kompensasi, mengatakan prosedur itu legal pada saat itu.
Pada Januari lalu, seorang wanita berusia 60 tahun menjadi orang pertama yang mengajukan gugatan. Ia menuntut kompensasi 11 juta yen atas sterilisasi paksa saat dia berusaia 15 tahun.
Pada Maret lalu, anggota parlemen Jepang berjanji untuk mempertimbangkan kompensasi bagi korban, namun korban dan pendukung mereka mengatakan prosesnya bergerak terlalu lambat.
Selain Jepang, Jerman dan Swedia juga pernah mengaktifkan hukum eugenik dan pemerintah telah meminta maaf dan membayar kompensasi kepada para korban pemandulan paksa.
JAPAN TODAY|CHANNEL NEWS ASIA