TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Aliansi Sairoon Syiah, Muaqtada al-Sadr, memenangkan pemilihan umum parlemen Irak yang digelar pada Sabtu, 13 Mei 2018. Kemenangan ini mengejutkan, setelah selama bertahun-tahun Sairoon absen di panggung politik namun sanggup menumbangkan rivalnya yang didukung oleh Iran.
Menurut informasi yang disampaikan Al Jazeera, Selasa, 15 Mei 2018, suara yang masuk ke panitia pemilihan telah mencapai 91 persen suara di 16 dari 18 provinsi. Koalisi Fatah pimpinan Hadi al-Amiri menempati posisi kedua, sedangkan Koalisi Nasr yang dikendalikan oleh Perdana Menteri Haider al-Abadi harus puas di urutan ketiga.
Baca: Pemilu Irak, PM Abadi Ikut Mencalonkan Diri
Tentara Irak mengantri masuk ke tempat pemungutan suara saat pemilihan umum di Baghdad, Irak, 10 Mei 2018. REUTERS/Thaeir al-Sudani
"Blok Sadr gagal menggulung suara di dua provinsi, Kurdis Dohuk dan Kirkuk yang kaya minyak," tulis Al Jazeera.
Sejumlah laporan menyebutkan, Sairoon yang beraliansi dengan Gerakan Sadris dan Partai Komunis Irak meraih lebih dari 1,3 juta suara. Dengan demikian, Sairoon bakal mendapatkan 54 dari 329 kursi di Parlemen.
Pemilihan umum pada Sabtu pekan lalu itu untuk pertama kali digelar sejak Irak mengalahkan ISIS. Tetapi pesta demokrasi tersebut hanya diikuti oleh 44,52 persen pemilih suara. Jumlah ini turun 15 persen dibandingkan dengan pemilu 2014.Ayad Allawi (kiri) bertemu dengan Sayyed Muqtada al-Sadr, di Damaskus, Siria.(AP Photo/Bassem Tellawi)
Kemenangan Sadr ini disambut gegap gempita oleh para pendukungnya. Mereka berteriak kegirangan di Lapangan Tahrir Bagdad pada Senin dini hari waktu setempat usai mengetahui jagoannya menang. Pendukung Sadr itu tampak keliling kota dengan meneriakkan yel-yel kemenangan.
Baca: Pemilihan Umum di Irak Digelar, Ribuan Pegawai Pemerintah Nyoblos
"Selama tinggal Maliki. Iran keluar. Irak bebas," teriak kerumuman massa sembari bernyanyi, berjoget dan membakar kembang api, sementara yang lain membawa foto Sadr dan bendera Irak.
Iran dikenal pendukung utama Perdana Menteri Haider al-Abadi dalam mengendalikan Irak, termasuk memberikan bantuan ekonomi dan militer menghadapi kekerasan di sana. Selain Iran, al-Abadi disokong Amerika Serikat untuk mengusir kaum ISIS.