TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi pengungsi etnis minoritas Rohingya di Cox's Bazar, Bangladesh, sangat memprihatinkan. Sejauh mata memandang, hanya terlihat deretan gubuk-gubuk.
"Saya tak bisa berkata-kata saat melihat kondisi kamp pengungsian di sana. Saat berinteraksi dengan mereka, saya cuma bisa sampaikan dorongan semangat dan salam dari rakyat Indonesia serta komitmen Indonesia untuk membantu," kata Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, A.M. Fachir, Selasa, 8 Mei 2018.
Baca: Rohingya, Minoritas yang Paling Dipersekusi di Dunia
Wamenlu RI, DR. AM Fachir mengunjungi pengungsi Rohingya di Camp Kutupalong, Cox’s Bazar, Bangladesh. foto : Infomed Kementerian Luar Negeri
Fachir singgah mengunjungi pengungsi etnis minoritas Rohingnya usai menghadiri pertemuan tingkat tinggi negara-negara Islam atau KTT OKI di Ibu Kota Dhaka, Bangladesh. Menurutnya, kondisi pengungsi memprihatinkan, khususnya pengungsi anak-anak yang tidak memiliki kegiatan sehingga hari-hari terasa menjemukan. Lahan bermain bagi anak-anak pun di kamp pengungsian itu nyaris tak ada.
"Saat melihat pengungsi Rohingnya di Bangladesh, sangat menyedihkan. Saudara-saudara kita menderita disana," kata Fachir.
Baca:Rohingya: Wawancara Shunlei Tokoh Muda Myanmar
Dalam kunjungan singkatnya, Fachir pun menghimbau agar seluruh pihak terkait bersama-sama mencari jalan keluar bagaimana agar anak-anak pengungsi ini memiliki kegiatan sehingga bisa membantu mereka mengatasi luka hatinya. Dia pun mengutarakan gagasan agar anak-anak pengungsi di Cox's Bazar menggelar pertandingan sepak bola dengan saudara-saudara mereka di negara bagian Rakhine. Setidaknya, ini pula yang terjadi pada Korea Utara dan Korea Selatan yang bisa mencairkan kekakuan hubungan lewat pertandingan olah raga di Olimpiade Musim Dingin Februari 2018 lalu.
"Saya mendorong adanya aktivitas pada anak-anak pengungsi itu. Kalau cuma menunggu, jenuh. Tempat rekreasi anak disana kecil sekali," kata Fachir.
Dia menceritakan, di kamp pengungsian Cox's Bazar terdapat seorang anak penghafal Al Quran. Fachir pun lantas mendorongnya untuk berbagi kemampuannya itu dengan anak-anak yang lain. Mulai dari cara membaca dan menulis, sementara menunggu terciptanya solusi damai antara pemerintah Myanmar dengan pengungsi etnis minoritas Rohingya.