TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan provinsi Anhui, Cina timur memanfaatkan papan iklan elektronik di area padat lalulintas untuk mempermalukan orang-orang yang memiliki utang atau debitur. Para debitur dipermalukan setelah tak kunjung melunasi utang meski telah berjanji di depan hukum.
Pada libur Hari Buruh Internasional 1 Mei 2018, Pengadilan Distrik Shushan di Hefei menampilkan wajah dan informasi pribadi para debitur di papan iklan dan televisi di tempat umum.
Baca: 4 Negara Tersandera Pinjaman dari Cina, Berapa Utang Indonesia?
Pengadilan Distrik Shushan di Hefei menyiarkan foto, nama, nomor identitas, jumlah utang dan informasi lainnya untuk masing-masing pelaku di layar raksasa selama 11 jam setiap hari di jam-jam sibuk. Iklan itu ditayangkan di lapangan terbuka.
Informasi-informasi dari 110 debitur itu dipamerkan di layar iklan di lebih dari 300 halte di sekitar kota Hefei serta 15 stasiun kereta dan beberapa persimpangan yang ramai.
Baca: Hindari Utang Rp 49,4 Miliar, Perempuan Cina Sengaja Ubah Wajah
Seperti dilansir South China Morning Post ppada 4 Mei 2018, debitur yang dipermalukan itu mempunyai utang mulai dari beberapa ribu yuan hingga belasan juta yuan.
Mempermalukan publik adalah hukuman yang semakin umum bagi mereka yang menolak membayar utang, dan pengadilan telah menggunakan berbagai metode, dari daftar hitam hingga paparan publik, untuk bertindak sebagai peringatan bagi warga negara.Tindakan tersebut merupakan perpanjangan dari kampanye nasional yang diluncurkan tahun lalu untuk meningkatkan hukuman atas laolai, atau peminjam pecundang.
Baca: Hindari Utang Rp 49,4 Miliar, Perempuan Cina Sengaja Ubah Wajah
Pihak berwenang berjanji untuk mengumpulkan informasi pribadi debitur dan mempublikasikannya di tempat-tempat umum seperti surat kabar, stasiun kereta api dan platform lainnya.
Pengadilan Rakyat Agung Cina melaporkan, tahun lalu telah mengumumkan secara terbuka nama-nama hampir 10 juta orang. Mereka telah masuk daftar hitam dari berbagai kegiatan, dengan 9,36 juta di antaranya dilarang membeli tiket pesawat dan 3,67 juta dilarang membeli tiket kereta api berkecepatan tinggi.