TEMPO.CO, Jakarta - Amin K. Tokumasu, Ketua Organisasi Islam Jepang, mengakui negaranya masih sangat ketat dalam menerima pengungsi dari Timur Tengah, khususnya Suriah. Sampai 2017, jumlah pengungsi yang diterima tangan terbuka oleh Jepang kurang dari 50 orang.
“Namun saya pun tidak bisa menyalahkan pemerintah karena masyarakat dari Timur Tengah, tidak kenal baik dengan Jepang,” kata Tokumasu dalam forum 'high level consultation of world muslim scholars on wasatyyat Islam' di Bogor, Jawa Barat, Rabu, 2 Mei 2018.
Baca: Jepang Siapkan Rp 12 Triliun untuk Pengungsi Suriah dan Irak
Sebuah keluarga pengungsi Suriah berdiri di depan tenda di kamp Moria di Pulau Lesbos, Yunani, 1 Desember 2017. REUTERS/Alkis Konstantinidis
Baca: Tidak Ada Pengungsi Jepang Yang Terlantar
Dikutip dari situs the-japan-news.com pada Kamis, 3 Mei 2018, Kementerian Kehakiman Jepang telah menerbitkan larangan perekrutan tenaga kerja orang-orang yang pernah mengajukan status suaka sebagai pengungsi di Jepang dan ditolak.
Untuk mengawasi hal ini, Kementerian Kehakiman Jepang memperkenalkan sebuah sistem seleksi cepat berdasarkan dokumen yang dimasukkan. Sistem ini akan memproses data hanya dalam tempo dua bulan sejak pengajuan suaka dimasukkan.
Mereka yang berpotensi besar diberikan izin tinggal sebagai pengungsi akan diberikan izin kerja di Jepang. Sedangkan orang-orang yang tidak lulus seleksi untuk tinggal di Jepang sebagai pengungsi, misalnya karena ada masalah utang di negaranya, maka mereka tidak akan diberikan izin kerja.
Pemerintah Jepang sebelumnya pada 2010 telah merombak sistem penerimaan pengungsi di negara itu atau persisnya ketika Partai Demokratik Jepang berkuasa. Di bawah aturan baru seluruh pelamar suaka boleh bekerja di Jepang selama 6 bulan setelah mereka memasukkan lamaran suaka sebagai pengungsi sementara lamaran mereka diproses.
Walhasil, setelah perombakan sistem ini jumlah pelamar suaka pengungsi di Jepang meningkat tajam dalam 7 tahun terakhir. Pada 2017, ada lebih dari 19.600 warga asing yang mengajukan status sebagai pengungsi di Jepang. Jumlah ini naik 80 persen dibanding tahun sebelumnya.
Peningkatan ini karena adanya kesalah fahaman bahwa para pengungsi bisa bekerja secara legal di Jepang meski mereka baru melamar status sebagai pengungsi atau dapat dikatakan para pengungsi itu mengambil untung dari sistem baru tersebut. Menyadari hal ini, pemerintah Jepang pun segera memperketat aturan soal pengungsi.