TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hubungan internasional, Hoppi Yoon, mengatakan kawasan Korea Utara hingga Selatan merupakan salah satu pusat ekonomi di kawasan Asia Timur Laut.
Jika infrastuktur kedua Korea terkoneksi dan kualitas infrastuktur Korea Utara ditingkatkan maka itu akan membawa keuntungan ekonomi yang besar bagi kedua Korea.
“Contohnya ketika jalur kereta api Utara dan Selatan tersambung maka orang Jepang bisa melakukan perjalanan ke Eropa lewat jalur ini,” kata Hoppi kepada Tempo lewat email, Sabtu, 28 April 2018.
Baca: Eksklusif: Ini Dampak Pertemuan Korea Utara dan AS Versi Pengamat
Hoppi, yang terlahir di Korea Selatan dan memegang paspor Amerika Serikat ini, mengatakan orang Eropa juga bisa melakukan perjalanan ke Asia lewat jalur ini.
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, istri Kim Ri Sol Ju dan istri Moon Kim Jung-sook menghadiri upacara perpisahan di desa genting Panmunjom di dalam zona demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea, Korea Selatan, 27 April 2018. Korea Summit Press Pool/Pool via Reuters
“Cina, Jepang dan Korea Selatan bakal bisa menghemat biaya logistik menggunakan jalur kereta api dibandingkan menggunakan kapal,” kata Hoppi, yang mengajar di President University, Cikarang, Indonesia.
Baca: Eksklusif -- Begini Proses Unifikasi Korea Utara dan Selatan
Perdamaian di Semenanjung Korea juga menguntungkan bagi Rusia. Negara ini bisa memanfaatkan jalur pipa yang melintasi kawasan itu untuk mengirim minyak bumi dan gas ke Korea Selatan dan Jepang.
Seperti dilansir Reuters dan Korea Herald, Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, menandatangani Deklarasi Panmunjom untuk Perdamaian, Kemakmuran dan Unifikasi Semenanjung Korea” pada Jumat, 27 April 2018.
Penandatanganan berlangsung di Zona Demiliterisasi di Desa Panmunjom, Korea Selatan, pada sore hari setelah kedua pemimpin bertemu sejak pagi untuk membahas kesepakatan di Gedung Perdamaian di lokasi.
Moon dan Kim lalu menanam pohon pinus sebagai simbol perdamaian kedua negara, yang selama 65 tahun terakhir kerap berselisih terkait uji coba nuklir dan senjata rudal balistik Korea Utara.
Menurut pengamat Teuku Rezasyah dari Universitas Padjajaran, proses perdamaian ini perlu dilanjutkan dengan denuklirisasi program senjata nuklir Korea Utara. Proses ini harus melibatkan lembaga internasional seperti PBB dan IAEA.