TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menuduh Amerika Serikat mencoba memecah belah Suriah dengan cara mengabaikan hukum internasional. "Amerika Serikat menggempur Suriah tanpa mengindahkan hukum internasional," kata Lavrov, seperti dikutip Al Jazeera, Ahad, 29 April 2018.
Tudingan Lavrov itu disampaikan pada Sabtu, 28 April 2018, ketika bertemu dengan rekannya dari Turki dan Iran di Moskow menyusul pembahasan tujuh tahun perang Suriah yang menewaskan ratusan ribu orang.
Baca: Kata Rusia, Suriah Hancurkan Separuh Serangan Amerika Serikat
Presiden Iran Hassan Rouhani (kiri), Presiden Rusia Vladimir Putin (tengah), dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. [http://aa.com.tr]
Suriah dilanda konflik perang saudara sejak 2011. Ketika itu, kelompok oposisi dan pemberontak melakukan perlawanan terhadap rezim Presiden Bashar al Assad. Sejauh ini, belum ada tanda-tanda perang akan berakhir.
Pertemuan tiga negara di Moskow tersebut dimaksudkan untuk menyiapkan kerangka kerja untuk perundingan kesembilan di Astana, yang rencananya digelar pada Mei 2018. "Pertemuan di ibu kota Kazakhstan itu akan fokus pada masalah politik dan isu kemanusiaan," demikian ditulis Al Jazeera.
Seorang anak laki-laki membersihkan reruntuhan bangunan akibat pertempuran di kota Douma, Suriah, 16 April 2018. REUTERS/Ali Hashisho
Dalam keterangannya kepada media, Lavrov mengatakan Amerika bersama kekuatan sekutunya akan membagi Suriah menjadi beberapa bagian. "Rusia, Turki, dan Iran akan mencegah agar hal tersebut tidak terjadi."
Baca: Gempuran Amerika Serikat ke Suriah Tewaskan 129 orang
Amerika Serikat bersama sekutunya, Inggris dan Prancis, menggempur Suriah pada 14 April 2018 setelah ketiga negara tersebut menuduh Suriah menggunakan bom kimia untuk membunuh warga di Douma, Ghouta Timur. Serangan ini, kata Lavrov kepada awak media, adalah pelanggaran nyata terhadap hukum internasional. Rusia, Turki, dan Iran menentangnya.