TEMPO.CO, Jakarta – Pengamat hubungan internasional dari President University, Dr Hoppi Yoon, mengatakan Deklarasi Panmunjom berdampak menurunkan ketegangan di Semenanjung Korea dan Asia Timur.
Ketegangan terjadi sebelumnya akibat uji coba nuklir Korea Utara. “Apalagi deklarasi ini mengandung kesepakatan denuklirisasi penuh senjata nuklir Korea Utara,” kata Hoppi kepada Tempo lewat email, Sabtu, 28 April 2018.
Baca Juga:
Baca: Deklarasi Perdamaian Panmunjeom, Trump: Perang Korea Berakhir
Deklarasi yang dimaksud adalah "Deklarasi Panmunjom untuk Perdamaian, Kemakmuran dan Unifikasi Semenanjung Korea” Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, menandatangani dokumen deklarasi setebal tiga halaman ini.
Baca: Kim Jong Un dan Moon Jae-in Teken Deklarasi Perdamaian Korea
Ke depan, Hoppi melanjutkan deklarasi ini membuka era hidup berdampingan secara damai antara Utara dan Selatan. Dan ini membuka kesempatan bagi kedua negara untuk mengalami kemakmuran lewat kerja sama ekonomi dan pertukaran budaya.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (kiri), dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengangkat tangan mereka setelah menandatangani pernyataan bersama di desa perbatasan Panmunjom di Zona Demiliterisasi, Korea Selatan, 27 April 2018. AP
“Namun, satu hal yang jelas adalah proses denuklirisasi dan pelaksanaan perdamaian di Semenanjung Koea menjadi realistis jika pertemuan puncak Korea Utara dan AS mencapai kesepakatan,” kata Hoppi.
Dan Hoppi menambahkan,”Kesepakatan antara dua Korea menciptakan kondisi bagi konsensus dengan AS berhasil.”
Seperti dilansir Reuters dan Korea Herald, Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, bertemu dan menyepakati Deklarasi Panmunjeom pada pertemuan puncak yang berlangsung satu hari pada Jumat, 27 April 2018.
Associate Professor, Dr Hoppi Yoon, Department of International Relations, President University, Indonesia. Istimewa
Kedua pemimpin bersepakat mengakhiri Perang Korea, yang ditandai gencatan senjata pada 1953 namun belum pernah dinyatakan secara resmi berakhir. Moon dan Kim juga menyepakati denuklirisasi Semenanjung Korea seperti diminta oleh masyarakat dunia internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kedua pemimpin, yang baru bertemu pertama kali itu, juga berjanji akan saling mengunjungi dalam waktu dekat selain mempertemukan keluarga Korea yang terpisah akibat perang.
Sedangkan pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, mengatakan ketentuan soal denuklirisasi itu menunjukkan keseriusan pemerintah Korea Utara untuk mengakhiri senjata nuklir. “Implementasi denuklirisasi senjata nuklir Korea ini sebaiknya melibatkan lembaga internasional seperti PBB, IAEA, dan tim pengamat independen,” kata Rezasyah kepada Tempo.