TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri Kamboja mengancam bakal mengambil tindakan hukum terhadap pemimpin oposisi Sam Rainsy dan rekan-rekannya, yang dituding bakal menyabotase pemilihan nasional mendatang.
Khieu Sopheak, juru bicara Kementerian Dalam Negeri, mengatakan seruan boikot pemilu Rainsy, yang tinggal di pengasingan, tidak mempengaruhi rakyat Kamboja yang sekarang sedang menikmati perdamaian dan pembangunan.
Baca: Oposisi Sebut Kamboja di Ambang Bangkrut, Ini Penyebab Utamanya
"Tetapi jika kelompok ini menghasut dan menyebabkan kekacauan sosial, angkatan bersenjata akan segera mengambil tindakan terhadap mereka," kata Gen Sopheak. "Kami telah siap untuk menjaga ketertiban dan stabilitas sosial, dan sepenuhnya mampu mengambil tindakan terhadap mereka."
Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen. AP Photo
Reaksi itu muncul setelah Rainsy berulang kali mendesak calon pemilih untuk menjauhkan diri dari jajak pendapat jika Cambodia National Rescue Party, yang pernah dipimpin Rainsy dan dibubarkan pemerintah, tidak dipulihkan sebelum pemilu berlangsung pada akhir Juli 2018.
Baca: Indonesia Diharapkan Bantu Atasi Demokrasi Lumpuh di Kamboja
Rainsy juga meminta pemerintah Jepang untuk memulihkan demokrasi di Kamboja, dan mendesak masyarakat internasional untuk tidak mengakui hasil pemilu 2018 tanpa partisipasi partai oposisi CNRP.
CNRP dibubarkan oleh Mahkamah Agung pada November setelah pemimpinnya Kem Sokha dipenjara atas tuduhan makar karena diduga bersekongkol dengan Amerika Serikat untuk menggulingkan pemerintah melalui revolusi.
Setelah pembubaran CNRP, Rainsy membentuk Gerakan Penyelamatan Nasional Kamboja, yang telah dicap sebagai "kelompok teroris" oleh Perdana Menteri Hun Sen, yang berkuasa.
Pada Januari, Rainsy mendirikan CNRM sebagai tanggapan atas pembubaran partai oposisi oleh Mahkamah Agung, dengan tujuan membantu CNRP dihidupkan kembali untuk mengikuti pemilihan nasional pada Juli mendatang.
Rainsy mendesak rakyat Kamboja untuk memprotes pemerintah, menyerukan kepada angkatan bersenjata untuk tidak menembak demonstran dan menghimbau masyarakat internasional memotong bantuan.
Komite Pemilihan Umum pekan lalu memperingatkan siapa pun yang menyerukan boikot pemilu nasional mendatang akan dihukum.
UU Pemilu Kamboja menyatakan siapa pun yang tertangkap saat berupaya mencegah warga negara yang memenuhi syarat dari pemungutan suara dapat didenda antara $1.250 dan $ 5.000 atau sekitar Rp17 -- 70 juta.
Pada pekan lalu, Sam Rainsy bertandang ke kantor Media Tempo dan beberapa media nasional lainnya. Kepada Tempo, Rainsy bercerita jika kondisi perekonomian Kamboja memburuk dan negara terancam bangkrut karena mismanajemen oleh pemerintah Hun Sen.