TEMPO.CO, Jakarta - Anggota parlemen Prancis akan mendebat pengetatan kebijakan imigrasi melalui sebuah rancangan undang-undang atau RUU. Aturan itu nantinya akan mempercepat masa pertimbangan untuk memutuskan sebuah aplikasi suaka dan mempercepat proses deportasi.
Parlemen Prancis akan mendebat RUU itu pada Senin, 16 April 2018 waktu setempat. Kubu oposisi mengkritik pengetatan ini, namun Perdana Menteri Prancis, Edouard Philippe berkeras Prancis harus keluar dari situasi sebagai negara penampung dan tidak memulangkan orang-orang, yang tidak memiliki hak tinggal di Prancis.
Baca: Jerman, Prancis Siap Terima 120 Ribu Pengungsi Suriah
“RUU ini untuk menjadi penyeimbang dan penyelaras prosedur-prosedur yang sudah ada di negara-negara tetangga. Kebijakan-kebijakan suaka Prancis yang longgar selama ini bertanggung jawab atas gelombang masuknya imigran ke Prancis,” kata Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerard Collomb, Minggu, 15 April 2018, waktu setempat.
Baca: Demi Selamatkan Imigran Gelap, Petani Prancis Ini Rela Dibui
Emmanuel Macron. REUTERS/Regis Duvignau
Dikutip dari situs al-Jazeera.com pada Senin, 16 April 2018, meskipun RUU itu mencantumkan perbaikan yang efektif, namun kritikan terus membanjiri karena aturan tersebut dinilai membatasi dengan ketat dan dipandang sebagai upaya Presiden Prancis, Emmanuel Macron untuk memperluas sentimen anti-imigran. Jika RUU itu disahkan, maka durasi mendapatkan pertimbangan bagi seorang pelamar suaka di Prancis akan lebih singkat, yang semula 120 hari menjadi 90 hari.
Bukan hanya itu, para pelamar yang suakanya ditolak oleh pemerintah Prancis, tidak bisa lagi mengajukan lamaran izin tinggal dan periode banding untuk penolakan suaka akan dikurangi menjadi 15 hari. Namun begitu, bantuan keuangan akan diberikan bagi para pelamar suaka, yang ingin pulang ke negara mereka secara sukarela.