TEMPO.CO, Jakarta - Sampai Jumat, 13 April 2018, belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan senjata kimia di kota Douma, Suriah pada 7 April 2018, yang menewaskan sedikitnya 60 warga sipil. Rusia yang dituding dalang serangan ini, menampik keras.
“Menurut data kami, tidak ada tanda-tanda serangan senjata kimia. Foto-foto itu palsu,” kata Duta Besar Rusia untuk Indonesia yang baru, Lyudmila Goegievna Vorobieva, Jumat, 13 April 2018 di Jakarta.
Dia mengatakan, ketidakstabilan di Suriah telah dipolitisasi. Untuk itu, pihaknya ingin ada investigasi. Rusia sangat menginginkan jalan damai dan tidak ada intervensi, khususnya terhadap serang militer di Suriah.
Baca: Serangan Senjata Kimia di Douma Suriah, 70 Orang Tewas
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Goegievna Verobieva sedang memberikan keterangan kepada wartawan mengenani kasus-kasus global yang melibatkan Rusia, Jumat, 13 April 2018. TEMPO/Suci Sekar
Serangan senjata kimia di kota Douma pada akhir pekan lalu telah meningkatkan ketegangan antara Rusia, Rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad dengan negara-negara Barat. Dikutip dari situs npr.org pada Jumat, 13 April 2018, sebuah tim pencari fakta dari Organisasi Pelarangan Senjata Kimia atau OPCW sedang dalam perjalanan menuju Suriah dan akan mulai melaksanakan tugasnya pada Sabtu, 14 April 2018.
Baca:Suriah dan ISIS Terbukti Gunakan Senjata Kimia
Juru bicara OPCW, Johan de Wittlaan, mengatakan tim investigasi pencari fakta akan menyelidiki serangan senjata kimia di Douma, Suriah, yang menewaskan puluhan warga sipil. Wittlaan menilai pihaknya sangat yakin senjata yang mengandung chlorine telah digunakan. Pemerintah Suriah dan sekutu utamanya, Rusia, menyangkal adanya penggunaan senjata kimia dan telah mengizinkan OPCW untuk melakukan investigasi.