TEMPO.CO, Jakarta - Pasukan Israel melarang 65 anggota parlemen dan tokoh agama Ghana menghadiri konferensi di daerah pendudukan Ramallah, Tepi Barat, Palestina.
Siaran berita Al Jazeera mengatakan Konferensi Internasional ke-9 di Kota Suci Yerusalem dibatalkan pada Rabu, 11 April 2018. Namun ada sejumlah utusan yang tidak hadir, termasuk 13 anggota delegasi India, seorang mufti asal Sri Lanka, seorang ulama Bosnia, dan Kepala Dewan Islam Australia.
Baca: Wartawan Foto Palestina Tewas Dibedil Tentara Israel
Sejumlah warga Palestina melintasi pos pemeriksaan Qalandia Israel untuk melaksanakan salat Jumat pertama bulan puasa Ramadan di Masjid al-Aqsa di Yerusalem, dekat Kota Ramallah, Tepi Barat, 2 Juni 2017. REUTERS/Mohamad Torokman
Ras Mubarak, salah seorang anggota parlemen Ghana, sedianya akan menyampaikan pidato pada konferensi tersebut tapi harus balik kanan karena dia dilarang masuk ke Ramallah oleh Israel.
"Saya tiba pada Selasa, 10 April 2018, tapi dilarang masuk dan diminta kembali oleh otoritas Israel keesokannya. Namun semua itu hanyalah pelecehan karena saya ditolak lagi," kata Mubarak kepada Al Jazeera seraya mengatakan kehadirannya itu untuk menghormati undangan otoritas Palestina dan diminta berpidato di konferensi.Polisi Israel membalas serangan dari pengunjuk rasa Palestina dalam bentrokan saat demonstrasi untuk mendukung tahanan Palestina yang melakukan aksi mogok makan di penjara Israel, di dekat permukiman Yahudi Beit El, di dekat Kota Ramallah, Tepi Barat, 11 Mei 2017. REUTERS/Mohamad Torokman
"Israel bertanya kepada saya, apa yang akan saya lakukan untuk Palestina," ujarnya. "Semula mereka memberi izin saya masuk, kemudian ditolak." Dia melanjutkan, "Mereka tidak memberikan alasan menolak saya masuk."
Baca: Dikawal Pasukan Israel, Warga Yahudi Serbu Masjid Al Aqsa
Mubarak, salah seorang anggota Partai Kongres Demokratik Nasional, mengatakan Israel juga mengusir dua bus berisi sejumlah orang, termasuk para akademikus dan ulama muslim yang tiba di perbatasan. "Pelarangan ini disayangkan tapi tidak mengejutkan."
"Ini bukan pertama kali Israel mencegah seorang politikus atau aktivis masuk ke Tepi Barat," tuturnya. "Ini bagian dari pelecehan persahabatan dengan Palestina."