TEMPO.CO, Jakarta - Penulis dan aktivis Muslim terkenal Australia yang kini tinggal di Inggris, Yassmin Abdel-Magied mengatakan dia ditolak masuk ke Amerika Serikat untuk melakukan ceramah.
Setiba di bandara Minneapolis, dirinya diarahkan untuk kembali ke pesawat yang membawanya kembali terbang ke Australia. Yassmin yang membela hak-hak pemuda, wanita dan kelompok-kelompok multikultural dan bahasa diperintahkan keluar dari negara itu oleh petugas imigrasi.
Baca: Ditolak Amerika, Tim Robot Gadis Afganistan Juara di Eropa
"Kira-kira tiga jam sejak mendarat di Minneapolis, saya kemudian berada di pesawat pulang ke Australia," kata Yasmmin dalam satu unggahan di Twitter pada 12 April 2018.
Menanggapi cuitan Yasmmin, pejabat Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan Amerika Serikat kemudian merilis pernyataan yang menyebutkan aktivis muslim itu tidak memiliki visa kerja yang sah. Sehingga Yasmmin diarahkan kembali ke Inggris pada Rabu malam, 10 April 2018. Namun Yasmmin mengatakan ia ditolak masuk karena agama dan warna kulitnya.
Baca: Hina Donald Trump, Maradona Ditolak Masuk Amerika
Yasmmin terbang ke Amerika Serikat untuk memberikan ceramah mengenai kebencian Muslim dan kesulitan untuk menjadi seorang wanita Muslim di negara-negara Barat.
Seperti dilansir Channel News Asia pada 12 April 2018, forum ini diselenggarakan oleh juru bicara untuk kebebasan berbicara, PEN Internasional.
Ketua PEN Amerika Serikat, Suzanne Nossel, mengatakan dia kecewa dengan pengusiran Yasmmin padahal visa yang sama telah digunakan sebelumnya dan tidak ada masalah.
Baca: Trump Larang Muslim Masuk AS, Bikin Cinta atau Benci?
Yasmmin Abdel-Magied, berusia 27 tahun, meraih penghargaan Young Australian of the Year dan insinyur mesin, lahir di Sudan. Ia dan orang tuanya bermigrasi ke Australia pada tahun 1992 dan pindah ke London tahun lalu.
Dia telah bekerja sebagai presenter untuk Australian Broadcasting Corporation dan sebelumnya bertugas di Dewan Pemerintah untuk Hubungan Australia-Arab.
Aktivis Muslim ini sempat memicu kecaman di Australia atas sebuah unggahan media sosial saat Anzac Day yang mengacu pada konflik global saat ini dan penderitaan pencari suaka yang ditahan oleh Australia di kamp-kamp lepas pantai.