TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia tetap melakukan aktivitas perdagangan dengan Suriah dalam lima tahun terakhir meski negara itu sedang dilanda perang sipil. Namun, kondisi politik dan keamanan yang memanas di Suriah telah membuat nilai perdagangan kedua negara turun signifikan.
Baca: Liga Arab Jatuhkan Sanksi Ekonomi untuk Suriah
Setelah tujuh tahun perang sipil Suriah, ibukota Damaskus, dari sisi politik dan keamanan relatif aman. Demikian pula dengan wilayah-wilayah yang berada di bawah kontrol pemerintah Suriah. Sumber: Muhammad Ramdhan/PWNI Kemenlu
Menurut Miranda Mukhlis, Pejabat Konsuler, Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Damaskus, berdasarkan data statistik Kementerian Perdagangan Indonesia, nilai perdagangan kedua negara sebelum perang sipil meletup pada 2011 sebesar US$77.5 juta atau sekitar Rp1 triliun. Pada 2009, perdagangan kedua negara mencapai titik tertinggi, yaitu US$91.5 juta atau sekitar Rp1,3 triliun. Total nilai perdagangan kedua negara terendah terjadi pada 2016, yakni sebesar US$27.290 juta atau 376,3 miliar.
“Nilai perdagangan Indonesia-Suriah pada 2017 sebesar US$34.747 juta atau sekitar RP479,2 dengan surplus untuk Indonesia,” kata Miranda kepada Tempo, 2 April 2018.
Baca: KBRI Damaskus Dukung Pemerintah Suriah?
Berdasarkan pantauan KBRI Damaskus, selama 5 tahun terakhir, perdagangan RI-Suriah memberikan surplus bagi Indonesia. Beberapa produk Indonesia yang bisa dijumpai di pasar-pasar Suriah seperti toiletries, bahan kimia atau glycerin, alat musik seperti gitar, baterai mobil, ban, kertas, glassware, produk tekstil, sepatu olah raga, minyak sawit dan kopi. Adapun komoditas yang dibeli Indonesia dari Suriah sangat sedikit, hanya minyak zaitun.
KBRI Damaskus adalah salah satu dari sedikit perwakilan asing yang masih bekerja normal selama krisis berlangsung di Suriah. Selain Indonesia, beberapa kantor kedutaan besar yang masih beroperasi di Suriah diantaranya kedutaan besar Filipina, Cina, India, Pakistan, Korea Utara, Iran, Rumania, Aljazair, Belarusia, Kuba, Venezuela, Yaman dan Republik Ceko.