TEMPO.CO, Brasil - Bekas Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, 72 tahun, menghadapi ancaman penjara terkait kasus suap setelah Mahkamah Agung menolak kasasi, yang diajukannya.
Lula pernah menjadi Presiden Brasil dari 2003 – 2011 dan dianggap tokoh politik paling populer di negeri Samba ini.
Baca: Presiden Brasil Dihukum 9 Tahun Penjara karena Korupsi
Ketegangan meningkat di Brasil setelah komandan tentara Panglima Jenderal Eduardo Villas Boas mencuit di akun Twitternya pada Selasa malam, 3 April 2018 waktu setempat agar pengadilan melawan impunitas. “Tentara bersama rakyat yang baik menolak impunitas dan menghormati Konstitusi, kedamaian sosial dan demokrasi,” begitu kata Boas seperti dilansir Reuters, Rabu, 4 April 2018.
Baca: Presiden Lula Tak Puas dengan Penampilan Brasil
Juru bicara tentara mengkonfirmasi kepada media Brasil, Folha de. S. Paulo, bahwa cuitan itu memang ditulis Boas.
Keesokan harinya, hakim Mahkamah Agung, Rosa Weber, mengeluarkan putusan menolak permohonan kasasi Lula terkait vonis penjara 12 tahun karena menerima suap.
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menyalami warganya yang tidak punya rumah dan menjadi pemulung, saat merayakan Natal di Sao Paulo, Brasil (24/12). Foto: AFP/Mauricio Lima
Seperti dilansir Guardian, ini membuat suara hakim terpecah 6 berbanding 5 untuk menolak permohonan kasasi Lula. Suara Weber ini dilihat sebagai suara penentu untuk mengunci nasib Lula.
Lula diperkirakan bakal mulai menjalani masa tahanannya dalam sepekan ini.
Kasus Lula ini memancing unjuk rasa pro dan kontra di berbagai wilayah di Brasil. Lula telah menyatakan rencananya untuk maju sebagai kandidat Presiden pada pemilu Presiden Oktober 2018. Menurut survei, Lula mengungguli calon kandidat lainnya dengan marjin yang jauh.
Jenderal Eduardo Villas Boas, Folha.uol.com.br
Namun, putusan Mahkamah Agung ini bisa menjadi hambatan bagi Lula untuk maju mengikuti pilpres Brasil.
Komentar Boas sendiri memicu pro dan kontra. Kelompok kontra mengingatkan rakyat Brasil akan masa gelap ketika diktator militer berkuasa dari 1964 – 1985.
“Dalam demokrasi, komandan militer tidak mengirim pesan kepada lembaga manapun di Republik,” kata anggota DPR, Chico Alencar, lewat cuitan di Twitter. “2018 bukan 1964.” Kasus Lula ini ramai diberitakan sejumlah media massa global.