TEMPO.CO, Jakarta - Filipina memulai penghitungan ulang perolehan suara pemilihan wakil presiden secara manual. Penghitungan ulang pada Senin, 2 April 2018 dilakukan setelah putra mantan diktator Ferdinand Marcos memperebutkan hasilnya, sementara para calon pendukungnya mengajukan protes.
Baca: Presiden Rodrigo Duterte Bakal Bernasib Sama Dengan Marcos?
Ferdinand Marcos Jr, mantan senator yang dikenal dengan sebutan Bongbong, sangat marah karena kalah dari Leni Robredo dengan selisih sekitar 260.000 suara dalam pemilihan Mei 2016. Dia menuduh bahwa kemenangan Leni pada saat itu dipenuhi kecurangan besar-besaran.
Jajak pendapat menunjukkan dia berada di depan sebelum penghitungan.
Setelah lebih dari 2 tahun terus menuntut penghitungan ulang, akhirnya Mahkamah Agung Filipina menyetujui pada Senin, 2 April 2018.
Penghitungan ulang direstui pengadilan setelah Marcos mengklaim bahwa ada ketidakberesan dalam penanganan kotak suara yang diambil dari tempat pemungutan suara di Bato, Camarines Sur.
Baca: Anak Diktator Marcos Hadiri Pelantikan Duterte Jadi Presiden
Marcos mengklaim beberapa kotak suara dari provinsi asal Robredo itu telah dibuka paksa. Dia juga mempertanyakan mengapa audit log kotak suara di 38 dari 42 tempat pemungutan suara di kota Bato hilang sementara surat suara di empat kotak lainnya basah.
"Di empat daerah di kota Bato, semua surat suara basah dan dengan demikian tidak berguna," katanya, seperti dilansir Channel News Asia pada Senin, 2 April 2018.
Banyak pakar dan pengamat politik percaya bahwa Marcos Jr memiliki ambisi untuk menjadi presiden suatu hari nanti, dan ingin menggunakan jabatan wakil presiden sebagai batu loncatan.
Menanggapi keputusan Mahkamah Agung tersebut, Robredo mengatakan bahwa dirinya tidak takut karena selama yang ia perjuangkan adalah kebenaran.
Baca: Dikecam Aktivis HAM dan PBB, Ini Sumpah Presiden Duterte
“Apa yang kami alami memberi kami satu pelajaran. Segalanya sulit tetapi selama apa yang kita perjuangkan adalah benar, pada akhirnya akan ada cahaya, ”katanya kepada para pendukung setelah misa di Kapel College St. Scholastica di Malate, Manila.
Filipina menganut sistem politik yang memisahkan pemilihan presiden dan wakil presiden. Robredo, yang berasal dari faksi penentang Duterte dan membantu menggulingkan Marcos pada tahun 1986, selama ini dibatasi dalam membuat kebijakan, termasuk beberapa kewenangannya yang telah dicabut.
Meskipun bukan wakil presiden, namun Marcos Jr memiliki hubungan baik dengan Presiden Rodrigo Duterte, yang telah membuat banyak konsesi bagi keluarga diktator Filipina itu. Duterte pun terus-menerus memuji kepemimpinan mendiang diktator, memicu kekhawatiran di antara beberapa orang Filipina bahwa dia mungkin akan berkuasa.