TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memastikan penyanderaan terhadap 6 anak buah kapal atau ABK WNI di Benghazi, Libya tidak mengeluarkan uang tebusan. Ke-6 ABK WNI tersebut dibebaskan pada 27 Maret 2018 pukul 12.30 waktu setempat setelah di sandera selama 6 bulan.
“Enggak ada uang tebusan. Pembebasan karena komunikasi dan sebagainya dan sebagainya. Para sandera pun tidak menerima ancaman. Mereka diperlakukan dengan baik. Kami bahkan melakukan komunikasi dengan pihak kelompok penyandera,” kata Retno, Senin, 2 April 2018.
Baca: Retno Marsudi Umumkan Pembebasan 6 Sandera WNI di Libya
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, berfoto bersama denga enam orang warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban sandera dari kelompok bersenjata Benghazi, Libya, saat penyerahan pada pihak keluarga di Kantin Diplomasi, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, 2 April 2018. TEMPO/Subekti.
Senada dengan Retno, Direktur Kementerian Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhamamd Iqbal menjelaskan pembebasan para sandera ini tidak melibatkan tebusan, namun ada negosiasi yang panjang dalam upaya pembebasan ini. Kementerian Luar Negeri dan otoritas terkait melakukan upaya pendekatan yang intensif dengan menekankan kedekatan Indonesia dengan Libya.
Baca: Kelompok Bersenjata Sandera Karyawan dan Alat Berat Freeport
Iqbal menjelaskan Indonesia tidak berpihak pada konflik-konflik yang terjadi di Libya. Indonesia adalah sahabat Libya, dimana kedua negara pada 1996 bersama-sama memediasi banyak perdamaian di Filipina selatan. Pendekatan ini yang membuat proses pembebasan ini memakan waktu yang cukup lama.
Kementerian Luar Negeri pertama kali mendengar kabar penyanderaan ini dari atase pertahanan KBRI di Roma, Italia. Penyanderaan persisnya terjadi pada 23 September 2017. Ketika itu, ke 6 ABK WNI sedang menangkap ikan di perairan Benghazi, yang terletak 72 mill dari wilayah daratan Benghazi. Saat baru mendapatkan 6 ekor ikan, langsung didekati oleh kelompok bersenjata di Benghazi. Mereka merampas seluruh barang-barang yang ada di dalam kapal dan ke-6 ABK WNI serta 1 kapten kapal warga negara Italia dijadikan sandera.