TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Rusia mendesak pemerintah Inggris untuk membuktikan bahwa mata-matanya tidak terlibat dalam penyerangan racun terhadap bekas agen ganda asal Rusia, Kolonel Sergei Skripal.
Jika bukti itu tidak ada maka kemenlu Rusia akan menganggapnya sebagai serangan terhadap warga Rusia.
Baca: 27 Negara Usir Diplomat Rusia Tapi 10 Negara Tidak, Ini Daftarnya
Perang diplomatik ini terjadi setelah Skripal dan anaknya, Yulia, terpapar racun syaraf Novichok sehingga sekarat di sebuah pusat perbelanjaan di Salisbury, Inggris selatan.
“Analisis menyeluruh yang kami lakukan menunjukkan kemungkinan keterlibatan lembaga intelijen Inggris,” begitu bunyi pernyataan kemenlu Rusia seperti dilansir media Reuters, Rabu, 29 Maret 2018.
Baca: Jerman Usir Diplomat Rusia, Dituduh Terkait Racun di Inggris
Hubungan Inggris dan Rusia mencapai titik terendah pada abad 21 ini setelah Inggris mengusir 23 diplomat dan agen intelijen Rusia pasca kasus penyerangan Skripal.
Rusia membalas dengan mengusir diplomat Inggris dengan jumlah sama dan menutup konsulat serta British Council.
Inggris meminta bantuan negara-negara Barat khususnya anggota Uni Eropa dan Amerika Serikat, yang kemudian beramai-ramai mengusir diplomat dan agen Rusia dari negara masing-masing.
AS mengusir sebanyak 60 diplomat dan menutup konsulat Rusia di Seattle. Sedangkan Jerman dan beberapa negara lainnya, masing-masing, mengusir 4 diplomat Rusia.
Pemerintah Rusia membantah terlibat penyerangan ini dengan alasan peristiwa itu terjadi berdekatan dengan Pemilu Rusia, yang digelar pada 18 Maret lalu dan dimenangkan Presiden Vladimir Putin.
Sedangkan Inggris menyatakan para ilmuwan mereka menemukan jenis racun syaraf ini pernah dibuat oleh Uni Sovyet, sebelum bubar.
Saat ini, kedua pihak masih saling tuding siapa pelaku sebenarnya. Skripal dan putrinya, Yulia, masih dirawat di sebuah rumah sakit di Inggris saat ini. Rusia telah meminta sampel racun itu, yang ditolak pemerintah Inggris.