TEMPO.CO, Washington--Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berkukuh tidak akan mendukung amandemen terhadap amandemen kedua konstitusi mengenai hak memiliki senjata api.
Trump mengatakan ini sambil mengecam pernyataan bekas hakim agung AS, John Paul Stevens, yang justru mendukung revisi konstitusi untuk menangani merebaknya penembakan massal di sekolah AS.
Baca: Trump: Kim Jong Un Lakukan Kebijakan Benar untuk Perdamaian
“Amandemen kedua tidak akan pernah dibatalkan!,” kata Trump lewat akun Twitter @realdonaldtrump, Rabu, 28 Maret 2018 waktu setempat. Kalimat pertama cuitannyaitu ditulis dengan huruf capital, yang kerap dilakukan Trump.
Baca: Trump soal Bintang Porno Daniels: Dia Bukan Wanita Idaman Saya
Amandemen kedua berbunyi:”Sebuah milisi yang diatur dengan regulasi yang baik diperlukan untuk keamanan negara yang bebas, hak rakyat untuk menyimpang dan membawa senjata tidak akan dilanggar.”
Menurut Trump, Partai Demokrat menginginkan pembatalan amandemen kedua ini seperti halnya bekas hakim agung John Paul Stevens, 97 tahun. “Tidak bisa. Kita butuh lebih banyak wakil rakyat dari Partai Republik pada 2018 dan harus SELALU menguasai Mahkamah Agung.”
Munculnya ide pembatalan amandemen kedua konstitusi AS dipicu unjuk rasa besar-besaran siswa dan kaum muda Amerika pada pekan lalu pasca penembakan massal yang terjadi di sekolah menengah atas Marjory Stoneman Douglas, Parkland, Florida, AS, pada 14 Februari 2018.
Seperti dilansir Reuters, 17 orang tewas dalam penembakan yang berlangsung sekitar enam menit itu. 14 orang merupakan siswa dan tiga lainnya guru serta staf sekolah. Penembak, yang bernama Nikolas Cruz, 19 tahun, menembaki teman-temannya menjelang pulang sekolah menggunakan senapan semiotomatis AR-15, yang merupakan senapan M-16 untuk versi sipil dan bisa dibeli dengan mudah.
John Paul Stevens merasa terinspirasi dengan unjuk rasa besar kamu muda AS, yang jarang terjadi ini. Dia lalu menuliskan pendapatnya di media New York Times.
Stevens berargumentasi pembatalan amandemen kedua konstitusi itu bisa dilakukan untuk melawan kelompok pro penggunaan senjata yaitu National Rifle Association (NRA), yang menyumbang dana kampanye Donald Trump pada pilpres AS 2016.
Langkah ini bisa dilakukan untuk mencegah munculnya debat legislasi yang mendukung kelompok pro senjata api.
“Jarang sekali selama saya hidup menyaksikan keterlibatan sipil dari anak sekolah dan para pendukungnya, yang mereka tunjukkan di Washington,” kata Stevens dalam tulisannya, yang muncul pada Selasa, 27 Maret 2018. “Unjuk rasa ini menuntut rasa horma kita. Mereka mengungkap dukungan luas public untuk legislasi meminimalisir penembakan massal anak-anak sekolah dan lainnya di masyarakat kita.”
Menurut Stevens, putusan Mahkamah Agung dalam kasus Distrik Columbia versus Heller menjadi penting karena putusannya menyatakan amandemen kedua memberi individu hak untuk membawa senjata.
“Putusan itu, yang saya tetap anggap keliru dan bisa diperdebatkan, menjadi senjata propaganda berkekuatan besar bagi NRA,” kata Stevens.
Soal ini, pengurus NRA mengatakan,”Anggota lelaki dan perempuan NRA, bersama mayoritas rakyat Amerika dan Mahkamah Agung, meyakini amandemen kedua mengenai hak perlindungan diri sendiri dan akan terus berjuang melindungi kebebasan yang fundamental ini.” Trump menyetujui pembatasan umur bagi pembeli senjata yaitu 21 tahun kemudian menarik pernyataannya ini, yang diduga akibat lobi NRA.