TEMPO.CO, Jakarta - Menangani 72 peserta program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI) dari lebih dari 40 negara, bukan perkara mudah. Ini dirasakan betul oleh Azis Nurwahyudi, Direktur informasi publik dari Kementerian Luar Negeri atau Kemenlu.
Baca: Pemerintah Siapkan Rp 20 Triliun untuk Beasiswa Luar Negeri
72 peserta dari 46 negara terpilih mengikuti program beasiswa BSBI 2018. Mereka akan mempelajari seni dan budaya Indonesia selama 3 bulan. TEMPO/Suci Sekarwati
Baca: Indonesia Terima 5 Negara Baru di Program BSBI 2018
Kepada Tempo, Azis menceritakan latar belakang para peserta BSBI ini sangat beragam, mulai dari negara maju seperti Rusia dan Belanda, hingga negara berkembang seperti Fiji dan Kepulauan Solomon. Latar belakang yang berbeda itu terkadang memuncul kisah-kisah lucu.
"Ada peserta dari suatu negara berkembang yang tiba di Indonesia memakai kardus untuk menyimpan pakaiannya, bukan koper. Ada pula peserta dari negara maju yang meminta dibawa ke rumah sakit cuma karena bentol di gigit nyamuk," kata Azis, Rabu, 28 Maret 2018.
Satu pengalaman tak terlupakan oleh Azis yang menangani program ini sejak 2011, yaitu ketika suatu hari dia di hubungi Kedutaan Polandia di Jakarta. Kedutaan memintanya untuk menenangkan peserta BSBI dari Polandia yang ketakutan setengah mati melihat tikus.
"Peserta dari Polandia itu tinggal di sanggar yang ada di Surabaya, sedangkan saya di Jakarta. Saya terpaksa harus terbang demi menenangkannya karena teman-temannya tidak bisa. Menurut pengalaman saya, para peserta dari area Pasifik lebih easy going," kata Azis.
Azis mengatakan, untuk menekan perbedaan pendapat dan konflik, para peserta penerima program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia Kemenlu meletupkan semangat persaudaraan dan sikap saling memahami karena mereka berasal dari negara yang berbeda. BSBI diselenggarakan pertama kali pada 2003. Sampai 2017, total sudah ada 776 alumni dari 69 negara.