TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menolak berbicara tentang rekonsiliasi dengan satu-satunya partai oposisi yang telah dibubarkan atas perintah pengadilan November lalu.
Hun Sen juga akan menolak permohonan negara-negara asing yang mendoorng pembicaraan dengan mantan pemimpin oposisi di pengasingan, Sam Rainsy dan oposisi lain yang dihukum atas isu-isu politik.
Baca: 45 Negara Kecam Hun Sen, Minta Tokoh Oposisi Dibebaskan
Dia juga mengesampingkan kemungkinan pengampunan untuk kedua pendiri Partai Penyelamatan Nasional Kamboja yang sekarang berada di pengasingan dan lainnya yang dibui untuk menunggu sidang atas tuduhan pengkhianatan.
"Saya ingin mengumumkan yang pertama, tidak akan ada pembicaraan dengan pengkhianat; kedua, tidak akan ada pengampunan atau pengurangan hukuman penjara bagi pengkhianat ini," kata Hun Sen dalam pidato saat upacara wisuda satu universitas di Pnom Penh, seperti dilanssir Xinhua pada 27 Maret 2018.
Baca: 30 Tahun Berkuasa di Kamboja, Hun Sen Ingin Lanjut 10 Tahun Lagi
Hun Sen juga menegaskan bahwa pemilihan nasional akan tetap diadakan sesuai jadwal, yakni 29 Juli 2018, meskipun tidak ada partisipasi dari oposisi. Ia juga menolak partisipasi asing dalam pemilu tersebut.
Pernyataan Hun Sen datang sehari setelah Rainsy mengajak untuk membahas perselisihan politik saat ini. Rainsy, Ketua Partai Penyelamatan Nasional Kamboja yang telah dibubarkan, hidup di pengasingan di Prancis sejak November 2015 untuk menghindari hukuman setidaknya delapan tahun penjara karena kasus pencemaran nama baik dan penghasutan.
Baca: PM Hun Sen Tolak Dialog dengan Oposisi yang Diberangusnya
Partainya sebelumnya digadang-gadang akan menjadi satu-satunya oposisi yang kredibel terhadap Partai Rakyat Kamboja Hun Sen dalam pemilihan umum pada Juli ini.
Pembubaran partai oposisi serta tindakan keras terhadap pers, dianggap bertujuan untuk memenangkan Hun Sen yang telah memegang kekuasaan selama lebih dari tiga dekade.