TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintahan Perdana Menteri Najib Razak mengajukan rancangan undang-undang ke parlemen pada Senin, 26 Maret 2018, untuk melarang penyebaran berita bohong. Bagi penyebar berita bohong harus membayar denda 500 ribu ringgit atau setara Rp.1,7 miliar atau hukuman penjara hingga 10 tahun.
Aturan mengenai berita bohong ini diajukan pemerintah Malaysia hanya beberapa pekan menjelang diselenggarakannya pemilu 2018. Tak hanya itu, rancangan undang-undang ini diusulkan saat Najib menghadapi derasnya kritik terkait dugaan skandal korupsi di 1Malaysia Development Berhad atau 1 MDB.
Baca: Biarkan Berita Palsu, Admin Grup WhatsApp Bisa Dipenjara
Perdana Menteri Malaysia Najib Razak. straitstimes.com
Dalam rancangan undang-undang anti-berita palsu 2018, dinyatakan siapa pun yang mempublikasi berita bohong harus membayar denda atau penjara hingga 10 tahun atau menjalani keduanya.
“Pengajuan undang-undang ini untuk mengamankan publik dari proliferasi berita palsu, dimana pada saat yang sama memastikan hak kebebasan berbicara dan berekspresi dalam Konstitusi Federal dihormati,” demikian bunyi rancangan undang-undang tersebut, seperti dikutip dari Reuters pada Senin, 26 Maret 2018.
Baca: Malaysia Tuding Media Asing Sebar Berita Palsu Skandal 1MDB
Berita bohong yang disebut Malaysia bisa dalam bentuk pemberitaan, informasi, data dan laporan-laporan, yang secara keseluruhan atau sebagian palsu. Berita palsu ini termasuk dalam bentuk feature, visual dan rekaman suara serta publikasi lewat media sosial. Undang-undang larangan penyebaran berita palsu ini akan berlaku bagi pelaku di luar Malaysia, termasuk warga negara asing jika pemerintah atau seorang individu Malaysia terkena dampak berita bohong tersebut.
Melalui rancangan undang-undang anti-berita bohong ini, pemerintah Malaysia berharap publik akan lebih bertanggung jawab dan berhati-hati dalam membagikan berita dan informasi. Terkait aturan ini, kubu oposisi Malaysia mempertanyakan kebutuhan undang-undang semacam itu dan berargumen bahwa pemerintah Malaysia sedang memperluas kekuasaan untuk kebebasan berbicara dan media.