TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rodrigo Duterte menghadapi kecaman baru setelah menolak resolusi PBB tentang situasi HAM di Myanmar. Filipina merupakan satu dari lima negara yang menolak resolusi oleh Badan HAM PBB tentang situasi HAM di Myanmar.
Menteri Luar Negeri Filipina, Alan Peter Cayetano membenarkan sikap negaranya dengan mengatakan bahwa masalah ini sedang dipolitisasi.
Baca: Soal Rohingya, Duterte Beri Saran ke Suu Kyi: Abaikan Aktivis HAM
Filipina pekan lalu bergabung dengan Burundi, Cina, Kuba dan Venezuela menolak resolusi Dewan HAM PBB untuk memperpanjang mandat pelapor khusus mengenai situasi HAM di Myanmar selama satu tahun. Dan, menyerukan agar para pengunsi Rohingya yang terlantar dijamin keselamataNnya saat kembali ke Rakhine.
Resolusi itu juga menyerukan pemerintah Myanmar untuk mencabut jam malam dI Rakhine dan memastikan kebebasan, keselamatan serta keamanan semua orang tanpa diskriminasi. Selain itu pemerintah Myanmar didesak untuk menyediakan akses kemanusiaan yang aman, tanpa hambatan dan berkelanjutan ke badan-badan PBB dan mitra mereka serta organisasi non-pemerintah domestik dan internasional lainnya.
Baca: ICC Selidiki Kejahatan Kemanusiaan Presiden Rodrigo Duterte
Resolusi itu diterima mayoritas anggota Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss pada Jumat pekan lalu dengan 135 negara memberikan suara mendukung, 26 abstain dan 10 negara menentang.
Resolusi ini juga mengakui upaya pemerintah Myanmar untuk mempersiapkan kembalinya para pengungsi Rohingya secara sukarela dan pengakuan oleh militer Myanmar untuk pertama kalinya terkait pembunuhan di luar hukum terhadap 10 warga desa Rohingya di desa Inn Din di Rakhine utara.
Menurut pernyataan PBB, Filipina, tidak mendukung misi pencari fakta internasional karena itu didasarkan pada asumsi yang salah bahwa proses investigasi domestik tidak independen dan kredibel.
Namun Filipina tetap menyatakan dukungan untuk penyediaan bantuan kemanusiaan, dan mendesak masyarakat internasional untuk lebih membantu Myanmar dan Bangladesh.
Baca: Duterte: Berantas Kekerasan tanpa Dibatasi Hukum
Menanggapi sikap Filipina tersebut, Tom Villarin, anggota majelis rendah Kongres, mengatakan Manila memiliki pandangan yang rabun tentang krisis Rohingya, yang bersifat regional dan menuntut tanggapan regional.
"Jelas bahwa proses investigasi domestik telah diketahui ingin mendapat misi pencari fakta independen," katanya kepada Arab News.
“Sebagai Ketua ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara), Filipina (Filipina) gagal menjalankan perannya dengan berpegang pada kebijakan non-interferensi yang tidak relevan,” katanya.
Menurutnya penolakan Filipina lebih karena Presiden Rodrigo Duterte juga menghadapi pengawasan internasional atas pelanggaran HAM dalam perang melawan obat-obatan terlarang.