TEMPO.CO, Jakarta - Nama Emma Gonzalez menghiasi pemberitaan media massa Amerika Serikat setelah aksinya yang menghanyutkan pada aksi besar-besaran para siswa menolak kekerasan senjata di Washington. Unjuk rasa ini bertema "March for Our Lives". Aksi ini merupakan respon atas penembakan massal di sebuah sekolah menengah di Florida, AS.
Gonzalez, yang merupakan salah satu siswa selamat sekolah menengah atas Marjory Stoneman Douglas dari pembantaian pada 14 Februari, di Parkland, Florida.
Baca: Unjuk Rasa Terbesar Anak Muda AS Tuntut Pengendalian Senjata Api
Gonzalez naik ke panggung dan membacakan nama 17 korban tewas penembakan oleh Nikolas Cruz, 19 tahun, yang menembaki teman-temannya menggunakan senapan semiotomatis AR-15. 14 orang dari korban adalah siswa teman sekolahnya.
Baca: Florida Sahkan UU Pengetatan Senjata Api, Pertama di Amerika
Baca Juga:
Organisasi Teens for Gun Reform berbaring di depan Gedung Putih pada Senin, 19 Februari 2018 meminta kontrol senjata pasca penembakan massal 17 orang siswa dan staf sekolah menengah Marjory Stoneman Douglas, Parkland, Florida, Amerika Serikat, pada 14 Februari 2018. Politiciandirect.com.
Setelah itu, Gonzales terdiam selama 6 menit 20 detik. Itu adalah durasi pembantaian oleh Cruz, yang saat ini sedang menjalani persidangan.
"Sejak saya datang ke sini, waktu telah berjalan enam menit dan 20 detik," kata Gonzalez seperti dilansir media Vox, 25 Maret 2018.
"Si penembak telah selesai menembak. Dan segera membuang senapannya, lalu membaur dengan siswa saat melarikan diri, dan berjalan bebas selama satu jam sebelum tertangkap."
Lalu Gonzalez menambahkan kalimat pamungkasnya,"Berjuanglah untuk hidup mu sebelum orang lain melakukannya untuk mu."
Aksi Gonzalez ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan termasuk di sosial media. Pendiri organisasi Black List memuji pernyataan dari Gonzalez. "Ini merupakan salah satu pernyatan politik yang paling kuat yang pernah saya dengar," kata Franklin Leonard, pendiri Black List.
Menanggapi komentar ini, Gonzalez menanggapinya lewat akun Twitter @Emma4Change. "Ringkas saja: pidato saya hari ini mengenai 6 menit dan 30 detik, termasuk pidato dan sikap diam saya. Bayangkan rasanya jika Anda harus bersembunyi selama itu," kata dia.
Aksi unjuk rasa besar-besaran ini berlangsung di berbagai kota di AS seperti Washington, Atlanta, Maryland, Virginia dan Florida.
Warga berkumpul untuk menyalakan lilin untuk korban penembakan di sekolah menengah Marjory Stoneman Douglas di Florida, 15 Februari 2018. Nikolas Cruz, seorang mantan siswa, melakukan penembakan yang menewaskan 17 orang. AP
Esme Rice, 16, mengisahkan pengalamannya mengikuti aksi ini. Dia mengaku sering mengikuti berbagai unjuk rasa advokasi HAM dan perempuan. Saat beraksi dia merasa menjadi bagian dari sejarah. "March for Our Lives ini rasanya berbeda. Kali ini saya merasa di dengar akhirnya," kata Rice seperti dilansir media Wired, 25 Maret 2018. "Kita adalah perubahan dan kita menjadi kekuatan masa depan." Sekitar 30 ribu orang mengikuti aksi di Atlanta.
Seorang siswa baru, Anna Douglas, 15 tahun, ikut meramaikan aksi siswa yang bersejarah ini. Dia mengaku mengenal 8 dari siswa yang tewas di sekolah Douglas. "Saya senang semua orang mendukung kami dan menginginkan perubahan."
Sedangkan dua bersaudara Juan dan Santiago Munera, keduanya 17 tahun, tiba di Washington, Amerika, dua jam sebelum unjuk rasa di mulai. Keduanya tiba setelah melakukan perjalanan panjang 23 jam. "Sebelum penembakan, kami tidak berpikir bisa melakukan perubahan sebagai remaja," kata Munera. Dia bersepakat dengan teman-teman sekolahnya di Douglas agar pemerintah memperketat peredaran senjata api di pasaran. "Sekarang kami mencoba mengubah undang-undang tentang senjata," kata dia.