TEMPO.CO, London - Pemerintah Inggris saat ini tengah menyelidiki soal perlindungan data pengguna media sosial Facebook terkait dengan faktor yang menguntungkan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat pada 2016.
Hal itu dilakukan setelah seseorang whistleblower (pelapor tindak pidana) mengungkapkan fakta soal konsultan politik Cambridge Analytica, yang diduga disewa Presiden Donald Trump, dengan cara tidak benar mengakses data informasi 50 juta pengguna Facebook untuk mempengaruhi opini publik.
Akibat hal itu, saham Facebook (FB.O) ditutup turun hampir 7 persen atau senilai $US 40 miliar dari nilai pasar pada Senin lalu waktu setempat. Investor khawatir rusaknya reputasi media sosial terbesar di dunia itu akan mengurangi jumlah pengguna dan pengiklan.
Baca: Terkait Trump, Inggris-Facebook Bakal Investigasi Cambridge?
“Kami ingin mencari tahu, apakah Facebook mengamankan dan melindungi informasi pribadi, apakah mereka mengetahui soal data yang hilang, dan apakah pengguna diinformasikan soal data tersebut,” kata Kepala Komisi Informasi Inggris Elizabeth Denham, seperti dikutip dari Reuters, Rabu, 21 Maret 2018.
Saat ini, dia menuturkan sedang mencari kantor konsultan Cambridge Analytica, pihak yang dijelaskan whistleblower telah memanen informasi pribadi jutaan orang untuk mendukung kampanye Trump pada 2016.
Para pembuat undang-undang di Amerika Serikat dan Eropa telah meminta penjelasan bagaimana perusahaan konsultan memperoleh akses ke data pada 2014.
Di Washington, Ketua Republik Senat Perdagangan, Sains, dan Komite Transportasi pada Senin, 19 Maret 2018, mengirim surat kepada CEO Facebook Mark Zuckerberg untuk meminta informasi dan pengarahan pada data pengguna Facebook.
"Kemungkinan Facebook tidak transparan dengan konsumen atau belum dapat memverifikasi bahwa ada pengembang aplikasi pihak ketiga yang mengganggu dan tidak transparan dengan konsumen," bunyi salah satu kutipan isi surat tersebut.
Adapun perusahaan konsultan yang dilaporkan oleh whistleblower itu merupakan perusahaan riset konsumen, iklan bertarget, serta layanan terkait dengan data yang kliennya merupakan politikus dan korporat. Perusahaan ini didirikan pada 2013 dengan dukungan dana sebanyak $US 15 juta dari miliuner Partai Republik, Robert Mercer, pendukung Trump.