TEMPO.CO, Jakarta - Meski usia organisasi internasional MIKTA baru lima tahun, namun MIKTA telah menjadi center of excellence. Menurut Siswo Pramono, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri, Indonesia bersama MIKTA akan lebih banyak melakukan koordinasi.
MIKTA diambil nama depan negara-negara anggotanya, yakni Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia. Kelima negara ini dinilai memiliki pengaruh kuat di kawasan. Meski memiliki banyak perbedaan, namun kelima negara tersebut bisa saling melengkapi.
Baca: Indonesia-Afrika Tingkatkan Kerjasama Energi dan Industri
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) ke-8 MIKTA di Sydney, Australia, Jumat, 25 November 2016. Kementerian Luar Negeri RI
Dalam bidang pengembangan energi, Siswo mengatakan Indonesia bisa belajar dari negara-negara anggota MIKTA. Contohnya, untuk pengembangan minyak bumi, bahan bakar fosil, Indonesia bisa belajar dari Meksiko. Sedangkan untuk pengembangan energi nuklir, Indonesia bisa belajar dari Korea Selatan, dan pengembangan teknologi batu bara yang bersih Indonesia bisa belajar dari Australia.
“Dari situ, kita bisa saling bekerja sama. Itu pentingnya MIKTA bagi pengembangan energi,” kata Siswo kepada Tempo, Senin, 19 Maret 2018 di Jakarta.
Bicara soal energi ramah lingkungan, level emisi CO2 emition matric ton per kapita indonesia paling rendah, diikuti oleh Turki, Meksiko, Korea Selatan dan Australia. Emisi secara keseluruhan per kilo ton Indonesia bukan yang tertinggi, tetapi Indonesia masih lebih rendah dari Korea Selatan dan Meksiko.
“Meski Indonesia bukan yang terburuk dalam hal pencemaran lingkungan, namun pengembangan energi bersih tetap sebuah kewajiban dan ini bisa dilakukan lewat teknologi,” kata Siswo.
Untuk itu, Indonesia bisa memanfaatkan jaring anggota MIKTA dalam pengembangan teknologi enegi bersih. Sebagia contoh, jika Indonesia mau mengembangkan teknologi batu bara mengingat Indonesia paling kaya dengan batu bara, maka Indonesia bisa mengadopsi teknologi energi bersih dari Australia. Negara Kangguru itu menggunakan batu bara sebagai energi tetapi mampu menekan emisi Australia memiliki teknolog pembersih batu bara.
Baca: RI-Swiss Buka Peluang Kerja Sama di Bidang Energi Alternatif
Turki, termasuk negara MIKTA yang paling sukses mengembangkan bio energy dan Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan bio energy. Kapasitas listrik terpasang Indonesia sebesar 60 gigawatt sedangkan potensi bio energy Indonesia hampir separuhnya, yakni 32 gigawatt, yang sebagian besar dari kelapa sawit. Untuk Itu, Indonesia bisa pula mengembangkan kerja sama dengan Turki dalam pengembangan bio energy tersebut.