TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia menilai keputusan Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang menarik diri dari perjanjian Pengadilan Kriminal Internasional atau ICC adalah kepentingan nasional Filipina dan bersifat individual. Duterte pada Minggu, 18 Maret 2018, mengajak negara-negara lain di dunia agar keluar dari lembaga internasional tersebut.
“Masing-masing negara punya kepentingan sendiri dan itu adalah kepentingan nasional dia (Duterte),” kata Wakil Menteri Luar Negeri, A.M. Fachir, Senin, 19 Maret 2018 di sela-sela peluncuran buku dan diskusi bertajuk ‘MIKTA: Current Situation and the Way Forward’.
Baca: ICC Selidiki Kejahatan Kemanusiaan Presiden Rodrigo Duterte
duterte
Baca: Filipina Keluar dari ICC, Duterte Ajak Negara lain
Sejalan dengan Fachir, Siswo Pramono, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri menilai keputusan Filipina menarik diri dari ICC lebih karena masalah domestik negara itu dan hak Filipina sebagai negara yang berdaulat mengambil keputusan tersebut. Siswo menyebut narkoba juga masalah yang ditangani serius oleh pemerintah Indonesia.
Sebelumnya pada hari Minggu, 18 Maret 2018, Manila memberitahu keputusan negara itu untuk menarik diri dari ICC. Duterte menyebut telah mendapat serangan memalukan dari para pejabat PBB terkait penyelidikan awal kampanye perang terhadap narkoba yang dijalankan pemerintah Filipina.
“Saya akan meyakinkan semua orang agar keluar, keluar dari perjanjian ICC. Ini bukan dokumen yang disiapkan oleh setiap orang, tetapi ini didukung oleh Uni Eropa,” kata Duterte, seperti dikutip dari Reuters, Minggu, 18 Maret 2018.
Jaksa penuntut ICC pada Februari lalu membuka penyidikan awal kebijakan perang terhadap narkoba, yang mengacu pada kematian sekitar 4 ribu terduga pengedar, bandar dan pecandu narkoba. Kampanye perang terhadap narkoba yang dijalankan Duterte dilakukan sejak 2016 dan para aktivis sangat yakin jumlah mereka yang tewas dalam kampanye ini lebih besar dari data yang diungkap.