TEMPO.CO, Jakarta - PBB, Ahad, 11 Maret 2018, menyatakan mengutuk serangan anti-muslim di Sri Lanka, termasuk pembakaran terhadap masjid dan pusat bisnis.
Jeffrey Feltman, pejabat PBB Urusan Politik, dalam keterangannya kepada media mengatakan, pemerintah Sri Lanka harus menyeret orang-orang yang berada di balik kekerasan tersebut ke meja hijau.
Baca: Redam Kerusuhan, Perdana Menteri Sri Lanka Kunjungi Distrik Kandy
Otoritas Sri Lanka menyatakan negara dalam keadaan darurat menyusul kekerasan yang menimpa kaum muslim. Insiden ini mengakibatkan sedikitnya dua orang tewas. [Dinuka Liyanawatte/Reuters]
"Kami mengutuk keras hukum dan ketertiban yang tidak jalan di Sri Lanka sehingga terjadi serangan terhadap kaum muslim dan harta bendanya," kata Feltman dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip Al Jazeera, Senin, 12 Maret 2018.
Selama kunjungannya ke Sri Lanka, Feltman bertemu dengan pemimpin muslim setempat untuk menunjukkan solidaritasnya. Dia mendesak pemerintah Sri Lanka memenuhi komitmennya untuk membawa para pelaku kekerasan ke pengadilan serta mengambil tindakan yang diperlukan guna mencegah terulangnya aksi ini dan menerapkan hukum antidiskriminasi.Biksu Budha di Sri Lanka. [www.menara.my]
Aksi kekerasan di Distrik Kandy pekan lalu dipicu oleh kematian seorang pria Buddha Sinhala setelah dia dipukuli oleh sekelompok pemuda muslim akibat perselisihan lalu lintas. Kekerasan ini selanjutnya menjalan ke beberapa sudut kota yang menyebabkan sedikitnya dua orang tewas, sejumlah masjid, puluhan rumah dan pusat bisnis dibakar atau dihancurkan.
Baca: Ratusan Biksu Buddha Tolak Kekerasan Anti-Muslim di Sri Lanka
"Puluhan korban lainnya luka-luka," tulis Al Jazeera.
Kondisi ini membuat pemerintah menetapkan kondisi darurat untuk mengatasi dan meredam kekerasan agar tidak meluas. Kendati demikian, beberapa warga muslim Sri Lanka yakin kekerasan akan berlanjut kembali.