TEMPO.CO, Jakarta - Operasi militer Turki di Afrin, utara Suriah, akan berakhir pada Mei 2018. Setelah itu militer Turki mungkin akan bergerak ke wilayah Irak. Keterangan tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu kepada media sebagaimana disiarkan kantor berita TRT World.
Berbicara pada acara jumpa pers bersama rekannya dari Austria, Karin Kneissl, Cavusoglu mengatakan kepada wartawan di Wina, Turki ingin operasi berakhir secepat mungkin sehingga Afrin bisa stabil dan masyarakat kembali kepada kegiatannya.
Baca: Setelah Mengepung, Pasukan Turki Siap Masuk ke Afrin, Suriah
Erdogan mengatakan pasukan Turki dan sekutunya di Suriah berada di 6 kilometer Afrin pusat. [Khalil Ashawi/Reuters]
"Setelah pemilihan parlemen di negerinya pada Mei 2018, Turki akan melanjutkan operasi militer ke utara Irak guna menumpas pasukan pendukung Partai Pekerja Kurdistan (PKK)," ujarnya, seperti dikutip Middle East Monitor, Jumat, 9 Maret 2018.
PKK dianggap sebagai organisasi teroris oleh Turki, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Adapun YPG, organisasi sayap militer PKK, bersama Pasukan Demokratik Suriah (SDF) mendapatkan dukungan Amerika Serikat.
Ketika ditanya wartawan, apa yang akan terjadi jika operasi di Afrin tidak bisa berakhir hingga Mei 2018. Cavusoglu menjawab bahwa Turki sanggup melakukan dua serangan simultan sehingga dapat mengakhiri pemberontakan Kurdi pada Mei 2018.Tentara Turki bersiap-siap saat berada di pegunungan Barsaya di timur laut Afrin, SUriah, 28 Januari 2018. Turki melancarkan operasi 'Ranting Zaitun' pada 20 Januari 2018, menyerang milisi Satuan Perlindungan Rakyat Kurdi Suriah (YPG) di wilayah kantong Afrin. REUTERS/ Khalil Ashawi
Pasukan Turki saat ini mengepung Afrin dari berbagai sudut kota. Menurut Presiden Recep Tayyip Erdogan, sekitar enam hari lagi pasukannya sudah bisa masuk ke jantung kota Afrin.
Baca: Turki Perang di Dua Laga Tempur Afrin Suriah
Turki menggelar operasi militer di Afrin, Suriah, dengan sandi Operasi Ranting Zaitun untuk mengusir kelompok perlawanan Kurdi sejak dua bulan lalu. Operasi ini mendapatkan kecaman dari Amerika Serikat maupun Rusia, tapi Turki tetap melanjutkan pengejaran terhadap kaum Kurdi yang bermarkas di sepanjang perbatasannya.