TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengatakan kasus-kasus tindak pidana perdagangan orang atau TPPO di sektor perikanan menjadi perhatian serius. Dalam setahun, dari sekitar 700 kasus TPPO, hampir separuhnya terjadi di sektor perikanan, yang melibatkan anak buah kapal atau ABK di kapal-kapal penangkap ikan.
Fakta ini diungkapkan Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, menyusul kasus TPPO yang alami WNI berinisial IU, 20 tahun, asal Banyumas. Setelah gagal ujian seleksi penerimaan anggota Kepolisian, IU tergiur iming-iming pelaku TPPO untuk bekerja di sebuah kapal tanker di Gabon, Afrika.
Baca: Terungkap, Modus Perdagangan Orang Terbesar Kedua di Indonesia
Direktur Jenderal Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, menjawab pertanyaan awak media di Gedung PWNI-BHI, Jakarta, 1 Agustus 2016. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Korban dijanjikan akan menerima gaji Rp.9 juta per bulan, tetapi yang terjadi jauh dari kenyataan. IU bekerja di kapal penangkap ikan milik seorang warga negara Cina, yang beroperasi di Afrika. Saat tiba di Gabon, Afrika, dia dipaksa menandatangani kontrak baru dengan gaji US$.160 per bulan. Bukan hanya itu, IU bekerja hampir 20 jam per hari dan mendapat kekerasan fisik.
IU bertolak ke Afrika bersama 15 rekan-rekannya dari Indonesia, dimana 5 orang lainnya adalah tetangga IU. Saat tiba di Afrika, dia melihat ada sekitar 30 WNI lainnya. Semua WNI itu bekerja pada kapal-kapal berbeda.
“Dalam kasus ini, ada penipuan. Kami mengungkap kasus ini ke publik agar masyarakat memetik pelajaran dan kami pun berharap tindak kejahatan seperti ini tidak terulang lagi,” kata Iqbal, Kamis, 8 Maret 2018 di Jakarta.
Baca: Terdakwa Kasus Perdagangan Orang NTT Diana Aman Divonis 9 Tahun
Saat ini, Kementerian baru dapat menyelamatkan IU karena berhasil melakukan kontak dengan keluarganya, yang mengadukan penyiksaan yang dialaminya. IU sudah berada di Indonesia dan telah melaporkan kasusnya ke polisi.
Iqbal menekankan Kemenlu mencermati sektor perikanan tidak memiliki tata kelola perekrutan bagi ABK yang ingin bekerja di wilayah-wilayah perbatasan negara. Kementerian pun kesulitan dalam mengatasi kasus hukum yang dialami para ABK karena biasanya menghadapi lima sampai enam yurisdiksi, terlebih kondisi geografis Afrika yang banyak tantangan.