TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah belum bisa menyusun langkah-langkah pelacakan dan penyelamatan warga negara Indonesia (WNI), yang dikabarkan menjadi sandera oleh pemberontak Kurdi di Suriah. Pasalnya, wilayah Suriah bagian utara sedang sangat tidak kondusif.
“Kami sudah mendapat informasi adanya WNI di Suriah utara pada Desember 2017. Sekarang ini, situasi di Suriah bagian utara sedang menjadi target serangan pasukan militer Suriah di Damaskus dan pasukan keamanan Turki di perbatasan. Namun kami belum bisa melakukan klarifikasi, termasuk berapa jumlah pastinya mereka dan bagaimana mereka berangkat ke Suriah. Kami belum bisa menyusun langkah-langkah,” kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal, Kamis, 8 Maret 2018.
Baca: Diduga ISIS, 6 Wanita Indonesia Dideportasi Turki
Lalu Muhammad Iqbal, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri. TEMPO/Frannoto
Seperti dikutip dari situs freemalaysiatoday.com pada Jumat, 2 Maret 2018, beberapa otoritas berwenang Malaysia sedang menginvestigasi laporan lembaga Human Rights Watch (HRW), yang menyebutkan ada 16 perempuan bersama beberapa anak mereka ditangkap pemberontak Kurdi di Suriah, yang terduga memiliki keterkaitan dengan kelompok pemberontak Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Mereka yang ditangkap itu berasal dari Malaysia dan Indonesia.
Baca: 15 Perempuan Warga Indonesia Ditahan Pasukan Kurdi di Suriah
Menurut Nadim Houry, Direktur Terorisme dan Program Pemberantasan Terorisme HRW, ada sekitar 15 WNI dan satu warga negara Malaysia dari total 16 perempuan yang ditangkap pemberontak Kurdi tersebut. Sebagian besar perempuan itu ditangkap bersama anak-anak mereka.
Houry menjelaskan, Indonesia adalah satu dari beberapa negara yang mengevakuasi beberapa keluarga WNI kembali ke Indonesia pada 2017. Negara lainnya adalah Rusia. Houry belum bisa menjelaskan apakah ada perempuan dari Asia Tenggara lainnya selain 16 perempuan yang ditangkap tersebut.